Menengok Pesona dan Keunikan Masjid Kapal Semarang, Sejarah Hingga Nama Asli As-Safinatun Najah

Athok Mahfud
110 Views
6 Min Read
Masjid Kapal atau Masjid As-Safinatun Najah di Desa Podorejo, Ngaliyan, Kota Semarang. (Athok Mahfud/Indoraya)

INDORAYA – Pagi itu, Sutar tengah memunguti sampah-sampah yang berserakan di sekitar Masjid As-Safinatun Najah. Lelaki berusia 67 tahun itu tampak terlatih meletakkan dedaunan yang jatuh ke dalam karung. Tiap hari pekerjaan itu ia lakukan, yaitu sebagai pengelola masjid yang terletak di Desa Podorejo, Ngaliyan, Semarang.

Masjid tersebut bukanlah tempat ibadah biasa, ia tampak unik dan memiliki daya tarik. Pasalnya bentuk arsitektur bangunannya seperti sebuah kapal. Keunikannya itulah yang mengundang para wisatawan datang ke sana, baik untuk menunaikan ibadah, sekadar melihat-lihat, berfoto, maupun istirahat di dalamnya.

Karena bentuknya yang mirip kapal, masjid Safinatun Najah sering disebut sebagai Masjid Kapal. Panjangnya 50 meter, dengan lebar 17 meter serta setinggi 14 meter. Letaknya yang berada di perkampungan yang masih asri, tepatnya di tengah-tengah area persawahan dan perhutanan, sehingga menambah nilai dan nuansa wisata yang menyihir para pengunjung.

Sutar menuturkan bahwa sejak dibuka pertama kali pada tahun 2016, masjid itu langsung populer. Banyak pengunjung dari berbagai daerah yang berdatangan, mulai dari Semarang, Pekalongan, Surabaya, Jakarta, Bandung, Palembang, Medan, dan Kalimantan. Ia menyebut, rata-rata kunjungan di tahun 2016 hingga 2019 atau sebelum pandemi, bisa mencapai 3.000 orang per hari.

Sementara itu, selama pandemi covid-19, kebijakan pembatasan fisik dan sosial membuat masjid tersebut sempat ditutup dua kali. Pertama dilakukan pada masa awal pandemi selama tujuh bulan. Sedangkan penutupan kedua dilakukan selama dua bulan pada awal 2022 ketika covid-19 varian baru Omicron menghantam Indonesia.

Tampak megah, Masjid Kapal atau Masjid As-Safinatun Najah. (Athok Mahfud/Indoraya)

“Paling ramai biasanya hari Sabtu, Minggu, pas tanggal merah. Kalau pengunjung per harinya ga pasti, tapi kalau kemarin dihitung dari mulai lebaran sampai sekarang, jumlahnya sekitaran 250 lah,” katanya saat diwawancarai di tengah-tengah pekerjaannya membersihkan sampah, Jumat (13/05/22).

Pada pagi yang cerah dengan hembusan angin dari sawah yang terasa sejuk itu pula, datang rombongan anak-anak berseragam sekolah bersama orang tuanya. Anak-anak dari TK Tunas Bangsa Ngaliyan itu berlari-lari mendekati masjid dan memegang dindingnya. Andi Kurniawan, salah satu orang tua siswa mengatakan bahwa kedatangan rombongan sekitar 30 orang tersebut untuk halal bi halal sekaligus berwisata.

“Kalau saya sendiri sudah dua kali ini, pernah dulu 2020. Emang masjid ini pas pertama diresmikan langsung viral, saya dengar kalau ada masjid kok disebut Masjid Kapal. Tempatnya emang bagus, lokasinya deket juga, sejuk di tengah sawah. Ya ini kan bisa menjadi daya tarik dan nilai jual,” ujar lelaki berumur 33 tahun tersebut.

Fasilitas dan Inovasi Pembangunan

Sutar menyebutkan, Masjid Kapal Semarang didirikan oleh seseorang bernama Muhammad yang berasal dari Timur Tengah namun sudah lama tinggal di Pekalongan. Muhammad terinspirasi dari masjid di Turki dengan arsitektur menyerupai kapal, kemudian ingin membangunnya di daerah Semarang. Selain itu, nama Safinatun Najah, yang artinya kapal penyelamat, juga terinspirasi dari kisah Nabi Nuh.

Adapun dana yang dikeluarkan untuk pembangunan masjid ini mencapai Rp. 5 miliar lebih. Pada tahun 2015, masjid bahtera Nabi Nuh dengan luas 2.500 meter persegi ini dibangun di atas tanah seluas 2 hektare “Kalau milih tanah di sini kan murah, 1 meter Rp. 250.000 aja ga ada, waktu itu juga lahan kosong,” ungkapnya.

Masjid Kapal ini memiliki empat lantai dengan masing-masing fungsi. Lantai paling bawah sebagai gedung pertemuan, tempat istirahat, tempat wudhu, dan toilet. Lantai dua berfungsi untuk tempat shalat lima waktu. Sementara lantai tiga digunakan untuk tempat kelas belajar mengajar, baik dari kampus maupun pesantren. Naik ke atas tangga lagi berupa rooftop yang menghadap langsung ke pemandangan alam.

Suasana di sekitar Masjid Kapal. (Athok Mahfud/Indoraya)

Di lantai pertama Masjid Kapal, akan dijumpai para pengunjung yang tengah istirahat, duduk maupun berbaring sambil bercengkerama bersama keluarga. Seperti yang dilakukan Pundiah, asal Kaliwungu, Kendal, yang saat itu sedang duduk-duduk bersama suami, anak dan menantunya. Ini adalah kedatangannya untuk yang pertama kali.

“Tahunya dari cerita mulut ke mulut. Penasaran soalnya, dan bentuknya menarik. Dulu pernah juga lihat masjid bentuknya kaya kapal, di Kaliwungu, cuma di  sana kecil, kalau sini kan sampai lantai empat. Masjid ini lain dari masjid yang lain,” kata ibu berusia 50 tahun.

Berdasarkan penuturan Sutar, Masjid Safinatun Najah rencana awalnya bukan hanya sebagai tempat wisata, melainkan akan dibangun pondok pesantren dan sekolah. “Belum tahu kapan tepatnya, tapi Abah rencana awalnya juga pengen bangun pondok pesantren. Itu tanahnya kan juga jadi milik kita,” ujarnya sambil menunjuk ke tempat yang dipenuhi pepohonan hijau.

Ia melanjutkan, inovasi selanjutnya yaitu di lantai tiga nanti akan dijadikan sebagai pusat kegiatan pembelajaran bahasa Arab maupun bahasa Inggris. Sementara itu untuk untuk bangunannya, dinding bagian luarnya akan dicat ulang karena beberapa sudah luntur dan terkelupas.

Masjid Kapal Semarang kini sudah menjadi destinasi dan ikon wisata religi di Kota Semarang yang mampu mempesona pengunjung dari luar. Selain bentuknya menarik, juga terletak di tengah alam, sehingga pengunjung bisa menikmati nuansa dan suasana alam yang masih asri ini. (Anung)

Share This Article