INDORAYA – Menjelang diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru pada 2 Januari 2026, Pemprov Jateng bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) mulai mematangkan skema pelaksanaan pidana kerja sosial di daerah.
Mekanisme baru ini menjadi sorotan karena akan menjadi salah satu pidana pokok dalam sistem hukum Indonesia.
Sebagai langkah awal, kedua institusi menandatangani nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama terkait implementasi pidana kerja sosial di wilayah Jateng. Penandatanganan berlangsung di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Senin (1/12/2025).
Plt Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Undang Mugopal, menjelaskan, keberhasilan penerapan pidana kerja sosial sangat bertumpu pada sinergi antara kejaksaan dan pemerintah daerah.
“Pada 2 Januari 2026 ada salah satu undang-undang yang diributkan oleh kita semua yaitu KUHAP yang baru. Di KUHAP baru itu ada pidana sosial yang masuk ke dalam pidana pokok,” ujar Undang.
Ia menegaskan, kejaksaan akan melaksanakan pidana sesuai amar putusan pengadilan. Pengadilan hanya menyebut masa pidananya, sementara bentuk dan lokasi kerja sosial harus dibahas bersama pemerintah daerah.
“Kita selaku eksekutor akan melaksanakan pidana sesuai dengan amar yang ada di putusan pengadilan. Kita akan kolaborasi dengan Pak Gubernur, bupati/wali kota, mana yang terbaik untuk di daerah masing-masing,” tegasnya.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan, yurisdiksi penentuan lokasi kerja sosial sepenuhnya berada dalam kewenangan bupati dan wali kota. Namun ia mengingatkan bahwa penerapannya tidak boleh mengurangi martabat terpidana.
“Yurisdiksi kerja sosial ini yang punya bupati dan wali kota. Kerja-kerja sosial ini nanti harus ada kolaborasi, satu menentukan tempat. Yang kedua tanpa mengurangi hak-hak martabat daripada si terhukum atau terpidana,” tutur dia
Ia menekankan pentingnya pengawasan ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan ataupun praktik transaksional dalam penempatan terpidana.
“Harus mempunyai asas keadilan, jangan sampai nanti terjadi manipulasi terkait dengan kerja-kerja sosial. Harus ada pengawasan di situ,” ujarnya.
Mantan Kapolda Jateng ini menambahkan, pemerintah daerah harus memastikan skema ini bebas dari kepentingan tertentu.
“Jangan sampai digunakan oleh kewenangan kita kepada si terpidana sehingga terjadi adanya transaksional terkait dengan hukuman. Ini penting karena menyangkut asas keadilan bagi terpidana itu sendiri,” tegasnya.


