INDORAYA – Wacana penerapan enam hari sekolah bagi siswa SMA/SMK di Jawa Tengah mulai menuai penolakan. Sejumlah pelajar menilai, kebijakan itu justru akan membebani mereka yang selama ini sudah memiliki aktivitas padat di luar jam pelajaran.
Meisya Eka Putri, siswa SMA Negeri 1 Semarang menyatakan keberatannya bila kebijakan ini diberlakukan. Menurut dia, siswa butuh lebih banyak waktu berkumpul bersama keluarga.
“Bukan karena libur dua hari dan jadi jauh sama orang tua. Tetapi tergantung sistem dari didikan mereka gimana,” kata Meisya, Kamis (4/12/2025).
Siswa kelas 12 itu menambahkan, aktivitas seperti les, kerja kelompok, ekstrakurikuler, dan organisasi membuat waktu luangnya semakin terbatas. Bila sekolah ditambah menjadi enam hari, ia mengaku sulit mengatur jadwal.
Hal senada disampaikan Moza Maheswari, siswa SMK Negeri 10 Semarang. Ia menilai kebijakan enam hari sekolah harus mempertimbangkan kondisi siswa yang juga membutuhkan waktu istirahat.
“Kebijakan ini harus bersifat fleksibel atau menyesuaikan kebutuhan pelajar,” ujar Moza.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tengah mengkaji wacana enam hari sekolah untuk SMA/SMK. Kajian ini melibatkan perguruan tinggi, pakar pendidikan, hingga dewan pendidikan untuk memastikan kebijakan tidak memberatkan pelajar maupun sekolah.
Berbeda dengan para siswa, Kepala SMAN 1 Semarang, Kusno, justru mendukung rencana tersebut. Menurutnya, penerapan enam hari sekolah dapat membantu sekolah menyesuaikan aturan jam belajar yang telah ditetapkan secara nasional.
“Dalam aturan itu, dalam satu pekan 37,5 jam pembelajaran. Ya ikuti saja aturan itu,” tegas Kusno.
Ia menilai pembelajaran enam hari dapat memberi ruang bagi sekolah untuk mengatur kegiatan akademik dan non-akademik dengan lebih nyaman.
Kebijakan 6 Hari Sekolah Masih Kajian
Sebelumya, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng, Syamsudin mengungkapkan, Jateng telah menerapkan sistem lima hari sekolah sejak tahun ajaran 2017/2018. Evaluasi terhadap pelaksanaannya kini menjadi salah satu dasar pertimbangan untuk mengembalikan pola enam hari sekolah.
“Kami evaluasi dari pelaksanaan 5 hari sekolah ini sejauh mana memberikan dampak pada kualitas mutu pendidikan dan karakter siswa-siswinya,” ujar Syamsudin saat ditemui di kompleks Gubernur Jateng, Selasa (25/11/2025).
Menurutnya, masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan. Banyak sekolah menilai hari Sabtu memberi ruang interaksi keluarga dan kegiatan ekstrakurikuler.
Namun, realitanya di banyak daerah orang tua tetap bekerja pada Sabtu sehingga pengawasan anak kurang maksimal dan waktu luang lebih banyak dihabiskan dengan gawai. Syamsudin menambahkan, kajian juga melihat relevansi kebijakan dengan perkembangan perilaku siswa saat ini.
“Saat ini kita masih dalam tahap kajian untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan segala aspek. Bicara tataran kebijakan, saat ini belum ditetapkan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa jumlah hari sekolah tidak berkaitan dengan perubahan kurikulum nasional, sebab yang diatur pusat hanyalah pemenuhan jam belajar minimum 48 jam per minggu.
“Mau dibuat 5 hari atau 6 hari yang penting jam minimal terpenuhi. Kalau 5 hari berarti lebih padat sampai sore, kalau 6 hari lebih singkat, jam 14.30 WIB sudah selesai,” lanjutnya.
Untuk jenjang SMA/SMK, kewenangan berada di tingkat provinsi. Sementara SD dan SMP menjadi kewenangan kabupaten/kota. Mayoritas sekolah dasar dan menengah pertama di Jateng saat ini memang masih menjalankan sekolah enam hari, kecuali di Kota Semarang dan Kota Magelang.
Hingga kini belum ada keputusan final mengenai apakah kebijakan enam hari sekolah akan diuji coba atau langsung diterapkan. Pemprov Jateng menunggu hasil kajian komprehensif sebelum mengambil langkah berikutnya.


