INDORAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) terus memperkuat upaya menjaga kerukunan umat beragama. Meski hubungan antaragama relatif kondusif, potensi konflik justru banyak muncul dari internal masing-masing kelompok keagamaan.
Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jawa Tengah, Pradhana Agung Nugraha, menegaskan, pihaknya siap turun tangan kapan pun jika muncul persoalan, termasuk terkait pemenuhan hak layanan pendidikan bagi para penghayat kepercayaan.
Dia menyebut, masyarakat Jateng selama ini hidup rukun, namun pemahaman dan penghargaan antarindividu harus terus diperkuat agar setiap orang bisa menjalankan keyakinannya dengan nyaman.
“Indeks kerukunan umat beragama itu hanya ukuran. Yang lebih penting bagaimana toleransi tetap terjaga,” ujar Pradhana, Selasa (2/12/2025).
Menurutnya, konflik internal dalam agama mayoritas maupun kelompok tertentu kerap lebih kompleks dibandingkan hubungan antaragama. Ia mencontohkan gesekan lama di internal pemeluk Buddha yang memiliki aturan ibadah berbeda. Namun seluruhnya dapat diselesaikan melalui dialog dan pendataan yang akurat.
“Antaragama relatif tidak ada masalah besar, hanya riak kecil yang bisa diselesaikan,” jelas Pradhana.
Dia juga mengingatkan bahwa kasus bullying dan intoleransi masih terjadi, terutama di lingkungan generasi muda dan kampus. Ia meminta mahasiswa aktif menjaga ruang aman agar perbedaan keyakinan tidak menjadi bahan diskriminasi.
“Mahasiswa harus ikut berperan. Jangan sampai bullying dan intoleransi dibiarkan. Kita harus berantas,” tegasnya.
Selain itu, Kesbangpol kini memberi perhatian khusus pada keberadaan penghayat kepercayaan, yang jumlahnya di Jateng sekitar 6.395 orang. Meski penerimaan publik membaik, resistensi masih terjadi di beberapa daerah.
Beberapa tahun lalu, kata dia, masih ada kasus anak penghayat yang ditolak sekolah karena tidak tersedia guru agama. Namun kondisi tersebut disebut telah jauh membaik.
“Kalau ada penolakan karena tidak ada guru agamanya, ngomong saja ke Kesbangpol. Kita carikan. Kabupaten/kota bisa, provinsi juga bisa,” ungkap Pradhana.
Lebih lanjut dia memastikan bahwa hak berkeyakinan kini setara dengan hak beragama, sehingga lembaga pendidikan wajib memberikan layanan setara, termasuk penyediaan guru agama bagi siswa penghayat kepercayaan.


