Ad imageAd image

Siswa SMKN 10 Semarang Tidak Dapat Pelajaran Penuh Akibat Tawuran, Orang Tua Protes ke Sekolah

Athok Mahfud
By Athok Mahfud 207 Views
3 Min Read
Budiono salah satu orang tua siswa SMKN 10 Semarang. (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)

INDORAYA – Sebanyak 39 siswa SMKN 10 Semarang tidak mendapatkan jam pelajaran penuh. Hal ini merupakan imbas setelah terlibat dalam aksi tawuran bersama sejumlah pelajar dari SMKN 3 Semarang pada awal Desember 2022 lalu.

Akibat perbuatannya, 39 siswa itu tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran lantaran harus menjalani proses pembinaan. Sejak Senin (02/01/2023) lalu, siswa hanya tiga jam mengikuti pelajaran yang dimulai selepas zuhur hingga pukul 15.00 WIB.

Berbeda dengan siswa lainnya yang mendapatkan pelajaran penuh mulai pukul 07.00 hingga 15.00 WIB, siswa yang terlibat tawuran ini masih menjalani proses pembinaan. Di mana dijadwalkan mulai 07.00 hingga 12.00 WIB. Selepas itu, barulah mendapatkan jam pelajaran.

Proses pembinaan sekolah yang harus mengorbankan lima jam pelajaran siswa tersebut turut mendapatkan protes dari para orang tua siswa. Orang tua meminta sekolah untuk memberikan hak belajar siswa sesuai dengan yang berlaku.

BACA JUGA:   39 Siswa SMKN 10 Semarang yang Terlibat Tawuran Masih Jalani Pembinaan

Salah satu orang tua yang siswa, Budiono yang anaknya kini duduk di kelas XII SMKN 10 Semarang turut menyayangkan hal ini. Padahal siswa tersebut sudah menjalani proses pembinaan di masa libur tengah semester.

“Maunya kita mereka haknya dipenuhi sebagai seorang pelajar. Tetap mendapatkan proses pendidikan, tetap masuk kelas. Kalau memberikan sanksi monggo sebatas itu di luar jam sekolah,” katanya, saat ditemui di SMKN 10 Semarang, Kamis (05/01/2023).

Sebelumnya, para orang tua juga sempat beraudiensi dengan pihak sekolah. Audiensi tersebut untuk meminta para siswa bisa mengikuti kegiatan pembelajaran secara penuh.

BACA JUGA:   Mengajar Lebih dari 40 Jam Pelajaran, Guru SMKN 10 Semarang Akui Kerepotan

Terlepas dari keterlibatan siswa dalam aksi tawuran bersama SMKN 3 Semarang, Budiono menilai bahwa seluruh siswa juga berhak mengikuti pembelajaran sebagaimana siswa lainnya.

“Dipenuhi cuma jamnya pendek. Mintanya full mereka dapatkan haknya. Itu haknya dia,” ungkap Warga Kecamatan Genuk tersebut.

Berbeda halnya dengan Budiono, pihak sekolah justru menilai pembinaan yang dilakukan meskipun itu memangkas jam pembelajaran siswa. Hal itu harus tetap dilakukan sebagai bentuk konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya.

Kepala SMKN 10 Semarang, Ardan Sirodjuddin mengklaim bahwa aksi tawuran ini membuat citra sekolah menjadi buruk. Atas hal itu, proses pembinaan ini harus terus dilakukan untuk mengubah karakter siswa.

BACA JUGA:   SMKN 10 Semarang Berharap Ada Angkutan Feeder Trans Semarang Masuk Jalan Kokrosono

“Orang tua menuntutnya luar biasa. Jawaban saya sederhana, gimana caranya orang tua mengembalikan nama baik sekolah? Orang tua gak bisa menjawab,” ujarnya saat ditemui di Ruang Kepala Sekolah SMKN 10 Semarang.

“Tuntutan mereka sudah kami penuhi. Tidak ada penekanan untuk mengeluarkan mereka. Mereka masih sekolah di sini,” ungkap Ardan.

Ardan mengatakan bahwa pembinaan yang dilakukan dari pihak sekolah berupa bimbingan rohani maupun bersih-bersih lingkungan sekolah. Ini masih akan terus berlanjut hingga 11 Januari 2023.

“Anaknya tetap masuk kelas cuma memang kita ada bimbingan rohani juga. Di sini ada guru agama Islam juga jadi siraman rohani kita ingin bangun karakter anak, mereka kan juga korban,” tutupnya.

Share this Article
Leave a comment