Indoraya NewsIndoraya NewsIndoraya News
Notification Show More
Font ResizerAa
  • BERITA
    • HUKUM KRIMINAL
    • PENDIDIKAN
    • EKONOMI
    • KESEHATAN
    • PARLEMEN
  • NASIONAL
  • PERISTIWA
  • POLITIK
  • JATENG
    • DAERAH
  • SEMARANG
  • RAGAM
    • GAYA HIDUP
    • TEKNOLOGI
    • OLAHRAGA
    • HIBURAN
    • OTOMOTIF
  • OPINI
  • KIRIM TULISAN
Cari
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KODE ETIK JURNALISTIK
  • STANDAR PERLINDUNGAN WARTAWAN
  • TENTANG KAMI
  • DISCLAIMER
Copyright © 2023 - Indoraya News
Reading: Pernah Digaji Rp 27 Ribu Hingga Sering Dipukul Siswa, Ambarwati Tetap Sabar Mengabdi Jadi Guru SLB
Font ResizerAa
Indoraya NewsIndoraya News
  • BERITA
  • NASIONAL
  • PERISTIWA
  • POLITIK
  • JATENG
  • SEMARANG
  • RAGAM
  • OPINI
  • KIRIM TULISAN
Cari
  • BERITA
    • HUKUM KRIMINAL
    • PENDIDIKAN
    • EKONOMI
    • KESEHATAN
    • PARLEMEN
  • NASIONAL
  • PERISTIWA
  • POLITIK
  • JATENG
    • DAERAH
  • SEMARANG
  • RAGAM
    • GAYA HIDUP
    • TEKNOLOGI
    • OLAHRAGA
    • HIBURAN
    • OTOMOTIF
  • OPINI
  • KIRIM TULISAN
Have an existing account? Sign In
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KODE ETIK JURNALISTIK
  • STANDAR PERLINDUNGAN WARTAWAN
  • TENTANG KAMI
  • DISCLAIMER
(c) 2024 Indo Raya News
Pendidikan

Pernah Digaji Rp 27 Ribu Hingga Sering Dipukul Siswa, Ambarwati Tetap Sabar Mengabdi Jadi Guru SLB

By Athok Mahfud
Jumat, 25 Nov 2022
41 Views
Share
5 Min Read
Ambarwati Peminda Ratih, guru SLBN Semarang yang sudah mengajar anak-anak penyandang disabilitas selama puluhan tahun. (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)
SHARE

INDORAYA – Mengembang tanggung jawab sebagai guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) bukanlah pekerjaan mudah. Sebab yang dihadapi ialah anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki beragam hambatan.

Begitulah yang dirasakan Ambarwati Peminda Ratih, guru SLBN Semarang yang sudah 27 tahun mengajar anak-anak penyandang disabilitas, khususnya tuna rungu dan tuna grahita.

Sebelumnya, ia mengajar di SLB Swadaya Semarang sejak tahun 1995. Ambar, sapaan akrabnya, mendapatkan tugas membimbing siswa tuna rungu yang memiliki hambatan pendengaran.

Setelah itu, ia dipindahtugaskan di SLBN Semarang mulai tahun 2020. Di sana ia diberikan tanggung jawab mengajar anak-anak penyandang disabilitas tuna grahita atau keterbelakangan mental.

Perjuangan puluhan tahun mengajar di SLB membuatnya memiliki banyak cerita dan pengalaman. Kesabarannya pun diuji dengan berbagai tantangan yang ditemui di lapangan.

Perempuan berusia 67 tahun itu menceritakan, pada saat pertama kali menjadi guru di SLB Swadaya Semarang di tahun 1995, gaji pertama yang diterimanya yaitu senilai Rp 27 ribu.

Penghasilan tersebut tidaklah cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Apalagi saat itu ia sudah memiliki seorang anak yang masih balita.

“Dulunya anak saya masih kecil dan bayarannya segitu. Dari awal pertama kali gajinya Rp 27 ribu. Satu bulan segitu itu tahun 1995,” ujar Ambar saat ditemui Indoraya di SLB Semarang, Rabu (25/11/2022).

Namun ia menyiasatinya dengan mencari pekerjaan lainnya agar mendapat penghasilan tambahan. Dengan berbekal sertifikat merawat lansia, ia bisa menjadi asisten dokter.

“Tetapi saat itu saya punya ijazah merawat lansia, jadi kebetulan pagi ngajar SLB, sorenya ngerawat orang,” kata warga Kecamatan Tembalang tersebut.

Pekerjaan itu dilakukannya saat sore hari setelah mengajar. Gajinya pun empat kali lipat dari pekerjaan utamanya. Hasilnya juga cukup untuk membayar kos dan kebutuhan sehari-hari lainnya.

“Saya ikut orang sebagai asisten dokter. Di sana saya membantu dokter yang membutuhkan tenaga saya. Penghasilannya lumayan lah Rp 125 ribu satu bulannya,” tuturnya.

Selain gaji yang tidak seberapa, menjadi guru SLB juga harus berjuang keras dalam mengenalkan anak-anak penyandang disabilitas dengan pengetahuan dasar seperti membaca dan menulis.

Kini ia mendapatkan tanggung jawab sebagai tenaga pendidik untuk siswa kelas 3 SD SLBN Semarang dengan hambatan keterbelakangan mental atau tuna grahita.

“Satu kelasnya ada 9 orang. Di sini campur, ada yang autis ada yang lambat belajar, mereka masih kecil-kecil,” ujar lulusan Pendidikan Guru Sekolah Luar Biasa di salah satu kampus swasta di Kota Surakarta itu.

SLBN Semarang yang terletak di Jalan Elang Raya No.2, Mangunharjo, Tembalang, Kota Semarang. (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)

Ia menuturkan, kendala terberat saat mengajar yaitu siswa yang sulit diatur dan susah mengikuti arahannya. Ia pun memaklumi hal itu lantaran kondisi siswa yang memiliki hambatan.

Ia bercerita, saat jam pelajaran siswa bergerak diluar kendali, ia sering terkena imbasnya. Ambar bahkan sering mendapat pukulan dari siswa dengan gangguang perkembangan otak atau autisme.

“Sering dipukul saya, tapi saya tangkis semua. Pernah ditarik bet namanya, kerudung juga sering digeret (ditarik). Anaknya kan ada gangguan sarafnya, ya jadi dia tidak merasa itu salah,” tuturnya.

Namun saat itu terjadi, Ambar sudah bisa menanganinya sendiri. Cukup berbicara dengan nada yang tinggi tanpa harus marah, siswa akan terdiam dan kembali fokus belajar.

“Kalau bicara keras ‘ayo semua diam’ duduk dengan nada keras itu anak-anak langsung duduk. Kalau mau mukul terus tak bilang ‘gak boleh, gak boleh’ terus diam. Kadang minta gendong, terus saya bilang ‘nulis dulu’,” terangnya.

Ia mengatakan bahwa agar dapat menciptakan kedekatan dengan siswa, ia selalu mendampinginya bahkan saat jam istirahat. Hal tersebut juga untuk memantau anak-anak agar tetap berada dalam keadaan aman.

“Anak-anak kalau keluar gak diawasin ya resiko. Kita ngawasin dari jam 7 sampai 11, harus mendampingi istirahatnya di dalam kelas, bisa makan di sini makan bareng-bareng juga,” kata Ambar.

Dengan memiliki kebersamaan di kelas, para siswa sesama penyandang disabilitas dapat semakin dekat. Bahkan mereka sudah bisa berbagi kepada sesama.

“Saya melihat mereka makan-makan dengan temannya yang lain. Saya ajarin berbagi, dan kadang mereka ngasih roti, ngasih permen ke saya,” katanya.

Saat melihat pemandangan tersebut, hatinya pun bergetar. Betapa senangnya Ambar ketika anak-anak didiknya memiliki kepedulian sosial seperti berbagi.

Hal ini tentunya tidak bisa lepas dari perannya sebaga pendidik. Kesabaran dan keikhlasan dalam mendidik bisa berpengaruh terhadap perubahan karakter siswa secara perlahan-lahan.

Ambar pun berpesan kepada para guru di SLB untuk tetap semangat memberikan bimbingan kepada para siswa berkebutuhan khusus. Supaya mereka juga dapat berkembang layaknya anak-anak normal lainnya.

TAGGED:hari guru nasionalKisah GuruSLBN Semarang
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp

Terbaru

  • Trans Semarang Resmi Gunakan Bus Listrik, Akhiri Era “Cumi-Cumi Darat” Rabu, 05 Nov 2025
  • Rapat Dewan Pengupahan Jateng: Buruh Dorong UMP 2026 Naik Hingga 10,5 Persen Rabu, 05 Nov 2025
  • Polisi Telusuri Kasus AI Cabul Chiko, 11 Saksi Sudah Diperiksa Rabu, 05 Nov 2025
  • Empat Tersangka Penipuan Lolos Akpol 2025 Dibekuk, Warga Pekalongan Rugi Rp2,65 Miliar Rabu, 05 Nov 2025
  • UIN Walisongo Bantah Isu River Tubing, Sebut Mahasiswa Terseret Arus Saat Bermain Air Rabu, 05 Nov 2025
  • Basarnas Temukan Lima Korban Mahasiswa UIN Walisongo, Satu Masih Dalam Pencarian Rabu, 05 Nov 2025
  • KKP Tangkap 1.149 Kapal Pencuri Ikan, Potensi Kerugian Negara Capai Rp 16 Triliun Rabu, 05 Nov 2025

Berita Lainnya

Pendidikan

Undip Wisuda 3.341 Mahasiswa, Rektor Minta Alumni Jadi Penggerak Perubahan

Rabu, 05 Nov 2025
Pendidikan

Undip Animal Health Center Diresmikan, Tunjang Pembelajaran dan Berikan Layanan Kesehatan Hewan

Selasa, 04 Nov 2025
BeritaNasionalPendidikan

Presiden Prabowo Setujui Pembentukan Ditjen Pesantren, Gibran: Bukti Perhatian untuk Dunia Pendidikan Islam

Minggu, 02 Nov 2025
BeritaEkonomiJatengKesehatanPendidikan

Pemprov Jateng dan Dubes Pakistan Jajaki Kerja Sama Pendidikan, Kesehatan, dan Investasi Kopi

Jumat, 31 Okt 2025
Indoraya NewsIndoraya News
Follow US
Copyright (c) 2025 Indoraya News
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KODE ETIK JURNALISTIK
  • STANDAR PERLINDUNGAN WARTAWAN
  • TENTANG KAMI
  • DISCLAIMER
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?