INDORAYA – Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) terus mendalami kasus dugaan penyalahgunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, bernama Chiko Radityatama Agung Putra.
Dalam penyelidikan ini, polisi telah memeriksa 11 orang saksi terkait pembuatan dan penyebaran foto tidak senonoh hasil manipulasi AI yang menampilkan guru, siswa, serta alumni SMAN 11 Semarang.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Indoraya.News, Chiko diketahui menyimpan lebih dari 1.100 file manipulasi digital di akun Google Drive miliknya.
Kasus tersebut terbongkar setelah seorang teman lama Chiko di SMAN 11 Semarang menemukan wajahnya muncul dalam konten asusila berbasis AI yang beredar di dunia maya.
Temuan tersebut kemudian menjadi awal terungkapnya kasus ini, hingga korban lain mulai bermunculan, baik dari kalangan siswa maupun guru yang juga menjadi target manipulasi.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, menjelaskan bahwa kasus ini masuk dalam kategori pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Undang-Undang Pornografi berbasis AI.
“Kasus Chiko ini berkaitan dengan pelanggaran Undang-Undang ITE dan pornografi berbasis AI. Saat ini sudah naik ke tahap penyidikan. Sebanyak 11 orang saksi telah dimintai keterangan, terdiri dari para korban dan pihak sekolah,” ujar Artanto, Rabu (5/11/2025).
Artanto menambahkan bahwa penyidik tidak hanya memeriksa saksi, tetapi juga melibatkan sejumlah ahli, mulai dari ahli digital forensik dari Lapor, hingga ahli sosiologi hukum dan ahli pidana.
“Kami masih menunggu hasil pemeriksaan ahli. Termasuk pemeriksaan terhadap sejumlah barang bukti, seperti handphone dan file digital yang ditemukan,” jelasnya.
Untuk saat ini, Chiko belum ditetapkan sebagai tersangka dan masih menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Namun, kemungkinan penetapan tersangka masih terbuka lebar menunggu hasil analisis ahli.
“Kalau hasilnya mendukung bahwa pelaku adalah Ciko, nanti akan dilakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka,” kata Artanto.
Ia menegaskan, penyidik bersikap sangat hati-hati dalam menangani perkara ini karena menyangkut perlindungan anak dan dampak psikologis korban.
“Kehati-hatian sangat diutamakan. Kami juga bekerja sama dengan instansi eksternal lainnya,” imbuhnya.
Penyidik dari Direktorat Siber Polda Jateng kini masih menelusuri jejak penyebaran file hasil manipulasi AI tersebut, termasuk kemungkinan adanya korban tambahan. Kasus ini menjadi peringatan penting terhadap penyalahgunaan teknologi AI yang dapat melanggar hukum serta merugikan banyak pihak.


