INDORAYA – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) bersama Badan Gizi Nasional (BGN) sepakat memperketat pengawasan terhadap penyaluran program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah-sekolah.
Kesepakatan ini dikatakan oleh Gubernur Jateng Ahmad Luthfi dan Kepala BGN Dadan Hindayana saat mengumpulkan seluruh Satuan Tugas (Satgas) MBG dari 35 kabupaten/kota, ahli gizi, serta mitra Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Dalam kegiatan yang digelar di GOR Jatidiri Semarang, Senin (6/10/2025), kedua pihak menegaskan bahwa pengawasan program MBG akan melibatkan Dinas Kesehatan, BPOM, serta sejumlah instansi berwenang lainnya.
Dadan menilai, pelaksanaan program MBG di Jawa Tengah selama ini berjalan cukup baik. Namun, rapat koordinasi tersebut tetap diperlukan untuk mencegah terjadinya kelalaian dalam proses produksi maupun pendistribusian menu MBG.
“Maka kita ingin bersinergi lebih lanjut. Kita sepakat, pengawasan akan dilakukan secara rutin oleh Dinas Kesehatan, BPOM, Dinas Lingkungan Hidup, dan seluruh instansi terkait,” ujar Dadan saat ditemui Indoraya.news di GOR Jatidiri Semarang.
Ia menambahkan, laporan Gubernur Jateng kepada BGN mengenai kasus keracunan usai menyantap menu MBG di 15 daerah menjadi perhatian serius.
Karena itu, pihaknya menyambut baik langkah Pemprov Jateng untuk memperkuat koordinasi dan memastikan standar keamanan pangan diterapkan secara ketat.
“Beliau (Gubernur Ahmad Luthfi) melaporkan ada sekitar 15 kabupaten yang mengalami kejadian itu. Kita tidak ingin hal tersebut terulang kembali,” tegas Dadan.
Menanggapi maraknya kasus keracunan MBG, pihaknya menyiapkan langkah konkret, salah satunya dengan melarang dapur SPPG baru beroperasi sebelum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Larangan tersebut diberlakukan agar seluruh penyelenggaraan program MBG ke depan dapat berjalan aman dan lancar.
“SPPG baru bisa beroperasi kalau SLHS-nya sudah selesai. Jadi beda, yang sudah ada akan kita percepat sertifikasinya dengan standar yang sama,” jelasnya.
Sementara itu, Gubernur Jateng Ahmad Luthfi menegaskan bahwa setiap insiden keracunan menjadi bahan evaluasi berharga untuk memperkuat sistem keamanan pangan di dapur-dapur SPPG.
Ia menyebut, meski penerapan SLHS terus didorong, saat ini sudah ada 84 dapur SPPG yang berhasil memenuhi standar tersebut.
“Begitu sertifikat keluar, dapur itu harus siap bertanggung jawab penuh atas keamanan dan kualitas makanan yang disajikan,” tegas Luthfi.
Ia juga mengimbau agar seluruh SPPG bersikap terbuka terhadap pengawasan publik, termasuk dari Satgas MBG dan tim Dinas Kesehatan. Menurutnya, transparansi sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program tersebut.
“SPPG jangan tertutup. Siapa pun boleh masuk, asalkan jelas dari mana dan untuk keperluan apa. Tujuannya agar bisa ikut mengecek, termasuk ibu-ibu PKK. Operasional harus transparan supaya masyarakat percaya,” pungkasnya.