INDORAYA – Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah wilayah di Indonesia dilanda hujan dengan intensitas tinggi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan kondisi ini akan terus berlanjut selama beberapa hari ke depan.
Menurut BMKG, peningkatan curah hujan di berbagai daerah saat ini disebabkan oleh suhu muka laut yang lebih hangat dari biasanya serta aktifnya angin monsun Asia.
Kedua faktor tersebut disebut berperan penting dalam memperkuat proses pembentukan awan hujan di atmosfer, yang kemudian meningkatkan peluang terjadinya hujan lebat di banyak wilayah.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa kondisi atmosfer dan laut saat ini menunjukkan adanya anomali cukup besar sehingga masyarakat perlu mewaspadai dampaknya terhadap potensi cuaca ekstrem. Ia menyebut suhu muka laut di perairan Indonesia saat ini tercatat 0,5 hingga 3 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan kondisi normal.
Dwikorita menegaskan bahwa peningkatan suhu muka laut menjadi penyebab utama naiknya curah hujan.
“Suhu muka laut yang lebih tinggi akan memperkuat proses penguapan dan meningkatkan pembentukan awan hujan. Ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan curah hujan meningkat di berbagai wilayah,” kata Dwikorita dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
Ia menambahkan, kondisi tersebut semakin diperkuat oleh aktifnya angin monsun Asia yang mulai bertiup sejak awal November. Angin ini membawa massa udara lembap dari Samudra Hindia menuju wilayah Indonesia, sehingga menambah kandungan uap air di atmosfer.
Gabungan antara suhu laut yang hangat dan aktivitas monsun yang tinggi menyebabkan pembentukan awan hujan menjadi lebih intens dan meluas.
BMKG juga menyampaikan bahwa potensi hujan lebat lebih besar diperkirakan terjadi di wilayah Jawa bagian barat dan tengah, Sumatera bagian barat, serta Kalimantan bagian barat. Kawasan-kawasan tersebut termasuk zona dengan risiko tinggi terjadinya hujan ekstrem yang dapat menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, genangan air, dan tanah longsor.
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena La Niña dalam kategori lemah turut memengaruhi lamanya musim hujan tahun ini. Fenomena tersebut telah terdeteksi sejak Oktober dan diperkirakan bertahan hingga Maret 2026.
“Indeks La Niña saat ini berada di kisaran minus 0,61, sudah melewati ambang La Niña lemah. Kondisi ini akan memperpanjang musim hujan dan meningkatkan frekuensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di beberapa wilayah,” ujarnya.
BMKG memprediksi puncak musim hujan akan terjadi antara November 2025 hingga Februari 2026. Karena itu, Dwikorita mengimbau pemerintah daerah serta masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi.
BMKG juga meminta masyarakat untuk terus memantau perkembangan cuaca melalui kanal resmi lembaga tersebut serta menjaga kesiapsiagaan. Sinergi antara pemerintah daerah, lembaga penanggulangan bencana, dan masyarakat dinilai sangat penting untuk menghadapi risiko bencana selama musim hujan kali ini.


