INDORAYA – Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Wina menunjukkan bahwa manusia akan merasa mudah lelah jika menjauh dari interaksi sosial. Studi ini dilakukan saat pandemi Covid-19 Tengah melanda dunia.
Peneliti mengibaratkan situasi itu seperti manusia saat lapar akan memunculkan sensasi keinginan. Kondisi semacam ini diartikan sebagaimana otak yang merasa lapar. Terdapat hipotesis “homeostasis sosial” yang menunjukkan bahwa ada sistem homeostatis khusus yang mengatur kebutuhan manusia akan kontak sosial.
Adapun metodologi yang digunakan oleh para peneliti yang dipimpin oleh Giorgia Silani menggunakan metodologi yang sebanding dengan dua konteks. Meliputi, laboratorium dan di rumah selama isolasi COVID-19.
Dalam melakukan penelitian, 30 sukarelawan perempuan datang ke lab dalam 3 hari terpisah. Sukarelawan menghabiskan delapan jam tanpa kontak sosial, tanpa makanan, atau dengan kontak sosial dan makanan. Keadaan itu, dibandingkan dengan pengukuran dari studi yang dilakukan selama isolasi di Austria dan Italia pada musim semi 2020.
Hasil dari studi laboratorium itu, menunjukkan para sukarelawan menampakkan stres, suasana hati, dan kelelahan, dalam beberapa hari sekali. Keadaan respons stres fisiologis, seperti detak jantung dan kortisol, dicatat oleh para ilmuwan.
Sementara, peserta yang melakukan isolasi sendirian umumnya lebih ramah serta melaporkan energi yang lebih rendah pada hari-hari isolasi.
“Dalam studi laboratorium, kami menemukan kesamaan yang mencolok antara isolasi sosial dan kekurangan makanan. Kedua kondisi tersebut menyebabkan penurunan energi dan peningkatan kelelahan,” kata penulis pertama, Ana Stijovic dan Paul Forbes dalam Neuro Science News, dikutip pada Minggu (9/4/23).
Para penulis menyimpulkan, penurunan energi dapat menjadi bagian dari respons homeostatis manusia terhadap kurangnya kontak sosial.


