INDORAYA — Dalam upaya memperkuat sistem pelayanan kesehatan masyarakat di daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah dan komunitas lokal dalam membangun basis data kesehatan yang terintegrasi dan berbasis kebutuhan nyata warga.
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Heri Pudyatmoko mengatakan bahwa tantangan utama pelayanan kesehatan saat ini bukan hanya keterbatasan fasilitas, tetapi juga lemahnya koordinasi data lintas lembaga.
Banyak data kesehatan, kata Heri, terutama di tingkat desa dan kelurahan, belum tersinkron dengan baik sehingga berdampak pada efektivitas kebijakan publik.
“Sering kali program kesehatan tumpang tindih karena data antar instansi tidak nyambung. Kita perlu sistem data yang bisa memetakan kebutuhan masyarakat dari bawah, bukan sekadar angka di atas kertas,” katanya.

Menurutnya, pendekatan komunitas berbasis data memungkinkan pemerintah memahami kondisi riil masyarakat — termasuk kasus gizi buruk, kesehatan ibu dan anak, hingga penyakit menular — dengan lebih akurat. Ia mencontohkan, data yang dikumpulkan oleh posyandu dan kader kesehatan sering kali tidak masuk ke sistem kabupaten karena keterbatasan teknologi dan pelatihan.
“Kader posyandu kita sebenarnya punya data paling detail, tapi mereka belum punya dukungan sistem yang memadai. Kalau itu bisa diintegrasikan, penanganan kasus bisa jauh lebih cepat,” tambahnya.
Heri menjelaskan bahwa DPRD mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengembangkan “Pusat Data Kesehatan Komunitas”, yaitu sistem digital yang menampung laporan kesehatan dari tingkat desa hingga puskesmas secara real time.
Selain itu, kolaborasi lintas sektor antara Dinas Kesehatan, Bappeda, dan perangkat desa juga diperlukan agar data kesehatan bisa digunakan untuk menyusun kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy).
“Kesehatan bukan hanya urusan medis. Ini soal manajemen sosial. Kalau data kuat, intervensinya bisa lebih tepat dan efisien,” ujarnya.
Heri juga menyinggung bahwa program kesehatan nasional seperti penanganan stunting, gizi anak, dan pencegahan penyakit menular akan lebih berhasil jika didukung oleh sistem data yang akurat dan partisipasi warga. Ia berharap pemerintah tidak hanya fokus pada infrastruktur fisik, tapi juga ekosistem informasi dan edukasi warga.
“Pemerintah daerah harus melihat warga bukan hanya sebagai penerima manfaat, tapi mitra yang berdaya. Mereka tahu betul kondisi lingkungan dan keluarganya,” tegasnya.
Di sisi lain, DPRD juga mengingatkan agar sistem digitalisasi kesehatan tidak mengesampingkan aspek perlindungan data pribadi. Kolaborasi dengan komunitas harus tetap menjaga keamanan informasi dan menghormati privasi warga.
“Keterbukaan data itu penting, tapi tetap harus beretika. Jangan sampai data warga bocor atau disalahgunakan,” kata Heri.
Menutup pernyataannya, Heri menyebut bahwa penguatan sistem data berbasis komunitas akan menjadi investasi jangka panjang bagi ketahanan sosial dan kesehatan publik di Jawa Tengah.
“Kalau kita bisa satukan data, koordinasi, dan empati sosial, pelayanan kesehatan kita tidak hanya cepat, tapi juga tepat sasaran dan berkeadilan,” pungkasnya.