INDORAYA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa dalam satu tahun terjadi sekitar 30 ribu gempa bumi di Indonesia. Data ini menjadi pengingat penting mengenai potensi bencana besar yang dapat terjadi di masa mendatang.
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, menyebut bahwa aktivitas kegempaan di Indonesia memiliki sejumlah ciri, mulai dari gempa bermagnitudo kecil yang kerap dirasakan hingga gempa kuat yang bisa menimbulkan kerusakan di wilayah padat penduduk.
Faisal menuturkan bahwa tingginya jumlah gempa tidak dapat dipisahkan dari letak geografis Indonesia. Negara ini berada di kawasan cincin api Pasifik dan di atas empat lempeng tektonik aktif: Indo-Australia, Eurasia, Filipina, dan Pasifik.
Kondisi tersebut menciptakan interaksi geologi yang rumit sehingga Indonesia memiliki 13 segmen subduksi serta lebih dari 295 sesar aktif. Faktor inilah yang meningkatkan potensi terjadinya gempa besar di berbagai wilayah.
“Dengan 30 ribu gempa setiap tahun, Indonesia adalah salah satu wilayah seismik paling aktif di dunia. Kondisi ini adalah alarm permanen bahwa kesiapsiagaan harus menjadi budaya bangsa, bukan sekadar reaksi sesaat,” ujar Faisal dalam pembukaan Sekolah Gempa Bumi dan Tsunami Nasional 2025, Selasa (18/11).
Ia menambahkan bahwa upaya mitigasi tidak hanya sebatas kewaspadaan, tetapi juga mencakup kemampuan masyarakat mengenali tanda-tanda bahaya dan mengambil tindakan cepat untuk mengurangi jumlah korban.
Ancaman Megathrust
Faisal juga mengingatkan mengenai potensi bahaya serius dari zona megathrust yang mengelilingi Indonesia. Ia menyebut terdapat tiga zona megathrust di Tanah Air yang memiliki peluang memicu bencana besar.
“Negara kita berada di pertemuan tiga lempeng aktif dunia dengan 13 segmen megathrust yang sebagian belum melepaskan energi tektoniknya. Ini berarti potensi gempa besar masih mungkin terjadi kapan saja,” kata Faisal.
Dari keseluruhan zona tersebut, ia menyoroti tiga megathrust yang belum mengalami gempa besar selama ratusan tahun: Megathrust Mentawai–Siberut, Megathrust Selat Sunda–Banten, dan Megathrust Sumba.
Ketiga zona ini disebut sedang menimbun energi tektonik yang dapat dilepaskan dalam bentuk gempa besar kapan pun.
“Diduga kuat saat ini sedang terjadi proses akumulasi energi tektonik yang dapat merilis gempa besar sewaktu-waktu tanpa dapat diprediksi,” tuturnya, dikutip dari Detik.
Zona megathrust sendiri merupakan area pertemuan lempeng tektonik di zona subduksi, di mana satu lempeng bergerak menurun di bawah lempeng lainnya, dan sebagian besar berada di bawah laut.
Dalam sejarah, megathrust dikenal sebagai sumber beberapa gempa dan tsunami paling besar dan merusak di dunia, seperti Megathrust Sunda di Indonesia, Palung Peru–Chile di Amerika Selatan, Palung Nankai di Jepang, serta zona subduksi Cascadia di wilayah barat laut Amerika Utara.
Zona megathrust memiliki potensi menghasilkan gempa kuat yang dapat diikuti tsunami besar, dengan siklus “pecah” yang bisa berulang setiap ratusan tahun.


