INDORAYA – Para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Jawa Tengah menghadiri Forum Konsultasi Publik Transformasi Pemasaran Usaha Masyarakat yang berlangsung di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Selasa (4/11/2025).
Acara tersebut tidak hanya diikuti oleh pelaku UMKM, tetapi juga melibatkan akademisi, mahasiswa, dan perwakilan pemerintah. Tujuannya untuk menghimpun berbagai masukan dalam rangka penyusunan kebijakan penguatan sektor usaha masyarakat.
Dalam forum tersebut, pelaku UMKM mengungkapkan beragam kendala yang mereka hadapi, seperti keterbatasan modal usaha dan sumber daya manusia. Selain itu, semakin banyaknya produk impor murah di pasar domestik juga membuat posisi produk lokal semakin terdesak.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jawa Tengah, Iwanuddin Iskandar, menilai bahwa sektor UMKM saat ini berada di posisi paling rawan terhadap ketidakpastian ekonomi dan tekanan pasar.
“UMKM pada umumnya sangat rentan dari yang namanya persaingan. UMKM sangat rentan dari segi pendanaan. UMKM juga sangat rentan dari aspek sinergitas dengan pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk membantu, namun hasilnya belum sepenuhnya efektif.
“Selama ini kami merasa pemerintah juga masih belum optimal untuk mendukung mereka semua menjadi lebih maju,” tegasnya.
Iwanuddin menjelaskan bahwa permasalahan UMKM di Jawa Tengah bersumber dari dua sisi, yaitu internal dan eksternal. Dari sisi internal, pelaku usaha masih terkendala keterbatasan modal dan rendahnya kemampuan sumber daya manusia.
“Untuk membuat suatu batik misalnya, ada yang bagus, ada yang kurang terampil. Dukungan pemerintah harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas SDM, promosi, hingga pengemasan produk,” bebernya.
Sementara dari sisi eksternal, tantangan utama datang dari maraknya produk impor murah yang menekan keberlangsungan produk lokal di pasar domestik.
“Eksternalnya kita digempur oleh produk-produk nasional, bahkan internasional yang harganya, kuantitas, dan kualitasnya sangat bersaing. Sementara UMKM belum bisa mengimbangi itu semua,” tambahnya.
Kemenko PMK Dorong Model Pembiayaan UMKM Lebih Inklusif
Sementara itu, Asisten Deputi Pemasaran Usaha Masyarakat Kemenko PMK RI, Abdul Muslim, menjelaskan bahwa forum ini merupakan langkah strategis untuk merumuskan rekomendasi kebijakan nasional dalam memperkuat daya saing UMKM di Indonesia.
“Kegiatan hari ini adalah salah satu tahapan dalam proses melahirkan draf kebijakan alternatif. Kita butuh tanggapan dari seluruh stakeholder terutama kalangan Pentahelix, akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintah, dan media,” jelasnya.
Abdul Muslim memaparkan bahwa ada lima persoalan utama yang dihadapi UMKM di Indonesia, yakni akses pasar, literasi digital, branding produk, pembiayaan, dan daya saing. Salah satu fokus yang perlu dibenahi menurutnya adalah sistem pembiayaan yang lebih inklusif dan inovatif.
“Agunan di bank Himbara tidak serta-merta harus nilainya aset. Misalnya HAKI, proses bisnis, atau kontrak kerja juga bisa dijadikan jaminan,” ungkapnya.
Ia mencontohkan bahwa di beberapa negara, pelaku startup mampu berkembang tanpa agunan fisik, cukup dengan ide dan rancangan konsep.
“Kita berharap nanti itu bisa menjadi rekomendasi kebijakan agar akses pembiayaan untuk UMKM tidak lagi kolateralnya harus menggunakan aset,” tandasnya.


