INDORAYA – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mencatat, sebanyak 66,73 ribu penduduk terbebas dari kemiskinan per Maret 2023. Dengan ini, angka kemiskinan yang sebelumnya berjumlah 3,86 juta jiwa turun menjadi 3,79 juta jiwa.
Laporan BPS Jateng menyebutkan, pada Maret 2023 tercatat sebanyak 3,79 juta penduduk miskin atau 10,77 persen. Angka ini menurun 0,21 persen dari bulan September 2022 lalu yang mencapai 10,98 persen atau 3,86 juta penduduk miskin.
Plt Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jateng Tegoch Hadi Noegroho mengaku bahwa menurunkan angka kemiskinan bukanlah pekerjaan mudah. Ia menyebut, butuh kerja sama dan kolaborasi lintas sektor dalam mengentaskan kemiskinan.
Dia mengatakan, semua OPD Di Pemprov Jateng bekerja sama dan berperan dalam menangani kemiskinan. Sementara Dinsos Jateng memiliki tiga strategi yang diwujudkan dalam berbagai program dan kegiatan.
“Pengentasan kemiskinan ini tentu kita kejakan secara kroyokan, tapi untuk Dinas Sosial penanganan kemiskinan ada tiga hal. Mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan, pengelolaan tata kelola kelembagaan,” katanya saat ditemui Indoraya.news di Kantor Dinas Sosial Jateng, Jalan Pahlawan Semarang, Rabu (9/8/2023).
Adapun strategi itu dilakukan sesuai dengan kategori masyarakat miskin yang telah ditentukan. Yakni Desil 1, Desil 2, Desil 3 dan Desil 4. Sehingga segala bentuk bantuan atau program dapat diterima tepat sasaran.
Tegoch menyebutkan salah satu contoh, yakni program Kartu Jateng Sejahtera (KJS) bagi masyarakat yang non-produktif. Upaya yang tepat yaitu mengurangi beban pengeluaran dengan memberikan bantuan.
“Posisinya bagi non produktif, diberi bantuan KJS (kartu Jateng sejahtera). Kalau sudah non-produktifkan yang paling pas yaitu dengan mengurangi beban pengeluaran dan hanya diberi bantuan yang sifatnya charity,” bebernya.
Selain itu, untuk meningkatkan pendapatan, Dinsos memfasilitasi terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bagi masyarakat dengan kategori produktif. Hal ini untuk memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam finansial.
“Jadi masyarakat yang sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, kami kelompokkan tapi dengan satu tujuan mau maju bersama. Kita beri bantuan pemberdayaan sesuai dengan bakat minat masing-masing,” ujar Tegoch.
Sementara strategi pengelolaan tata kelola kelembagaan salah satunya diwujudkan dengan pengelolaan panti pelayanan sosial (PPS). Saat ini ada sekitar 50 panti di Jateng digunakan sebagai rehabilitasi para pengemis, gelandangan dan orang terlantar (PGOT) maupun orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).
“Kita bicara tentang mengurangi beban pengeluaran, lha terus yang tidak punya rumah, tidak punya siapa-siapa, terlantar di jalan, siapa yang menangani? Itukan juga beban pemerintah juga,” ucap Tegoch.
“Oleh karena itu kita bawa ke panti sesuai kemampuan kita. Nah jadi itu semua program dan kegiatan untuk pengurangan kemiskinan, dan saya pastikan kalau yang terlantar dan masuk di panti, statusnya sudah tidak miskin lagi karna mereka sudah berkucukapan sesuai standar,” imbuhnya.