INDORAYA – Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) siap memperjuangkan nasib pegawai Non-ASN di instansi pemerintahan yang statusnya terancam dihapus. Bahkan Komisi A DPRD Jateng sudah menerima audiensi dari paguyuban Non-ASN dari beberapa kabupaten/kota untuk mencari solusi.
Peniadaan pegawai Non-ASN sendiri sudah diatur oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB). Nantinya mulai November 2022, jenis status kepegawaian di instansi pemerintahan hanya diisi ASN yang meliputi PNS dan PPPK.
Ketua Komisi A DPRD Jateng Mohammad Saleh mengatakan bahwa pihaknya akan memperjuangkan nasib para pegawai Non-ASN. Pasalnya, keberadaan tenaga mereka begitu penting dalam membantu program dan kinerja suatu instansi pemerintahan.
“Tenaga mereka kan sebenarnya juga penting. Kalau sampai mereka tahun depan diberhentikan padahal memegang kunci penting, itu kan hal yang riskan,” ujarnya saat diwawancarai Indo Raya, Selasa (27/8/2022).
Ia menyatakan bahwa justru para pegawai Non-ASN atau tenaga honorer yang selama ini membantu banyak di pemerintahan. Mereka menempati posisi strategis dalam menunjang berjalannya layanan pemerintah kepada masyarakat.
Misalnya saja, di suatu OPD atau kedinasan yang memiliki tenaga honorer tersendiri di berbagai posisi. Mulai dari bidang kesekretariatan, keuangan, pembayaran pajak, teknologi, maupun posisi lain memiliki peran vital.
“Coba bayangkan kalo puluhan ribu orang itu berhenti di samsat yang memungut pajak kendaraan bermotor. Kalau mereka berhenti target pendapatan kita tercapai nggak? Ini kan perlu dihitung oleh pemerintah sehingga harus mendengarkan aspirasi dari temen-teman,” ujar Saleh.
Sementara itu, Komisi A DPRD Jateng sendiri sudah menyampaikan aspirasi paguyuban Non-ASN kepada MenPAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) soal kejelasan nasib mereka.
Salah satu saran dari Komisi A DPRD Jateng yang dinilai menjadi solusi yaitu mengangkat tenaga honorer menjadi PPPK. Atau pemerintah memberikan kesempatan dengan membuka lowongan PNS bagi honorer.
Namun untuk ujian seleksi masuknya, harus dibedakan dengan lulusan baru dari perguruan tinggi. Seleksi tes masuk bagi honorer harus disesuaikan dengan bidang keahlian yang dimilikinya.
“Kalau bisa tesnya jangan disamakan sama yang fresh graduate. Kan beda ya orang baru lulus S1 dengan orang yang sudah 10 tahun jadi guru honorer atau ngurusi pajak daerah. Jadi disesuaikan dengan keahlian dia, misalnya keuangan dan IT ya sendiri,” ungkap Saleh.
Hal tersebut sebagai solusi mengatasi ledakan pengangguran jika kebijakan penghapusan Non-ASN benar-benar diterapkan tahun depan. Dengan mengarahkannya menjadi PPPK atau PNS, juga turut mendukung kesejahteraan hidup masyarakat.
“Di Jawa Tengah sendiri jumlahnya ada 38 ribuan. Itu tidak sedikit, jadi harus ada solusi karena menyangkut hajat hidup banyak orang,” pungkasnya.