INDORAYA – Pj Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Nana Sudjana memprediksi angka prevalensi balita stunting di wilayahnya justru bakal naik pada tahun 2023. Nana juga menyinggung soal kinerja pemerintah kabupaten/kota yang dianggap kurang maksimal dalam menangani stunting.
Awalnya dia menyebutkan tren penurunan stunting di Jateng. Menurutnya, prevalensi balita stunting pada tahun 2021 berada di angka 20,9 persen. Angka ini turun 0,1 persen di tahun 2022 menjadi 20,8.
“Stunting kita kalai kita lihat grafik dari 2021 ini prosentasenya berada di posisi 20,9, di tahun 2022 kita hanya turun 0,1 jadi di posisi 20,8,” katanya saat sambutan acara Pengukuhan Gugus Tugas Daerah Bisnis dan HAM di Gedung Gradhika Bakti Praja, Kamis (28/12/2023).
Kemudian dia mengatakan, pada 2023 ini kasus stunting di Jateng kemungkinan bakal mengalami peningkatan hingga 21 persen. Meskipun data terbaru belum dirilis, namun Nana mengaku sudah menerima informasi terkait hal ini.
“Tadinya kita berharap di tahun 2023 ini ada suatu penurunan yang tajam, tetapi sampai saat ini stunting belum turun, informasi yang saya dapat kemungkinan kita termasuk malah yang naik, meningkat dari 20,8 menjadi 21 (persen),” ujarnya.
Dia juga menyinggung kinerja dari sejumlah pemerintah kabupaten/kota yang menurutnya kurang maksimal. Namun ia enggan menyebutkan daerah mana yang belum optimal menangani stunting.
“Lha ini saya tahu selama ini bapak/ibu (bupati/walikota) sudah berupaya tetapi belum optimal. Saya lihat ada yang sudah optimal. Ada beberapa daerah malah mengalami peningkatan sangat tajam, bukan menurunkan tapi malah meningkat,” ungkap Nana.
Menurutnya, salah satu daerah dengan penanganan stunting terbaik yaitu Kota Semarang, yang mana pada tahun 2021 presentase stunting 10,9 persen. Angka ini turun drastis hingga mencapai 1,6 persen di tahun 2022.
Nana meminta agar daerah lain yang masih tinggi untuk meniru penanganan stunting di Kota Semarang. Pihaknya meminta para bupati dan wali kota untuk lebih serius dalam menjalankan tanggung jawab.
“Yang kita harapkan tidak harus sama yang ada di Kota Semarang, target kita adalah di 14 persen, ini ada beberapa kabupaten, tidak perlu saya sebutkan tapi saya minta (bupati) harus ada punya rasa tanggung jawab terhadap masalah stunting,” beber dia.
Dia menyebut kasus stunting di beberapa kabupaten ada yang mencapai 28 persen, 27 persen, dan 25 persen. Namun dia tidak menyebut secara spesifik daerah tersebut. Nana meminta kepala daerah agar serius dalam mengatasi stunting.
“Kita (kabupaten di Jateng) masih ada 28 persen, ada 27, ada yang 25, tapi kenapa di Kota Semarang ini bisa sampai di posisi 1,6 persen, ini karena ada keseriusan ada tanggung jawab menurunkan stunting ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan kolaborasi bersama BKKBN serta jajaran Forkopimda seperti Kodim dan Polres dalam menangani stunting.
“Saya harapkan kepada bapak/ibu sekalian memang perlu ada kolaborasi kerja sama yang optimal, kita gak bisa hanya pemda, coba ajak misalnya Dandim, Kapolres dan maksimalkan BKKBN yang ada di daerah,” tandas Nana Sudjana.
Sementara berdasarkan data dari survei status gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, terdapat sejumlah daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Jateng. Daerah tertinggi yaitu Brebes dengan presentase 29,1 persen.
Lalu Temanggung 28,9 persen, Magelang 28,2 persen, dan Purbalingga 26,8 persen. Selain itu Blora 25,8 persen, Sragen 24,3 persen, Rembang 24,3 persen, Pekalongan 23,5 persen, Batang 23,5 persen, Kota Pekalongan 23,1 persen, dan Pati 23 persen.


