INDORAYA – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengungkapkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu bentuk kekerasan yang mengkhawatirkan adalah praktik prostitusi online yang melibatkan anak-anak.
Dalam rapat audiensi bersama Komisi XIII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025), Ai Maryati menyampaikan temuan mengejutkan terkait prostitusi daring anak-anak. Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah korban mencapai puluhan ribu.
“Begitu pula temuan PPATK anak korban prostitusi online sejumlah 24 ribu di antara usia 10-18 tahun dengan total transaksi Rp 127 M. Dan temuan Polri hampir 42 ribu konten kekerasan seksual dalam laporan fantasi seks sedarah melibatkan anak,” ujar Ai Maryati.
Ia menambahkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak secara umum merupakan fenomena gunung es, yang berarti banyak kasus tidak terungkap dan tidak dilaporkan secara resmi. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sejak 2021 hingga 2023, tercatat ada 48.789 laporan kekerasan terhadap anak di seluruh Indonesia.
“Dengan data simfoni KemenPPPA sejak 2021-2023 itu pengaduannya melingkupi 48 ribu kasus se-Indonesia, sementara di KPAI 14.513 kasus dan itu melalui sistem pengaduan langsung maupun online,” jelasnya.
Dalam pemaparannya, Ai Maryati juga menyoroti peningkatan kekerasan terhadap anak laki-laki yang sebelumnya berada di angka 20%, kini naik menjadi 32%. Sedangkan pada anak perempuan, angkanya meningkat dari 26% menjadi 36%.
“Akan tetapi kita bisa cek di bawahnya fenomena gunung es ini menunjukkan bahwa kita melihat prevelensi kekerasan terhadap anak meningkat sejak 2021, yang awalnya 20% terhadap laki-laki menjadi 32% dan terhadap perempuan dari 26% menjadi 36%,” ungkap Ai.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pengaduan kekerasan terhadap anak yang masuk ke KPAI setiap tahunnya bersifat fluktuatif. Namun, pengaduan tertinggi selalu berasal dari lingkup keluarga dan pengasuhan alternatif.
“Ini kami secara general memang data pengaduan setiap tahun itu mengalami fluktuasi dan selalu yang tertinggi adalah lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif,” kata Ai Maryati.
“Kita bisa mengecek di angka-angka perceraian ya bapak-ibu dan penelantaran terhadap hak nafkah, misalnya akses bertemu, pola asuh yang kadang-kadang fatherless ataupun tanpa ibu dan sebagainya,” imbuhnya.
KPAI pun menyerukan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak, khususnya dalam menghadapi tantangan dunia digital yang kian kompleks.


