INDORAYA – Penebangan pohon secara massal di SMAN 1 Semarang berdampak pada berkurangnya daya serap karbon dioksida di lingkungan sekolah tersebut. Bahkan penebangan sebanyak 23 pohon yang dilakukan pada pekan lalu dinilai menyebabkan 84 ton karbon dioksida gagal terserap.
Pasalnya dalam daftar jenis pohon yang ditebang, satu di antaranya adalah pohon Trembesi. Ini merupakan jenis pohon yang menyerap paling banyak karbon dioksida. Di antara 23 pohon yang telah ditebang, ada tiga pohon jenis Trembesi.
Pegiat lingkungan sekaligus Manajer Program Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Tengah (Jateng), Nur Colis mengatakan bahwa pohon ini mampu menyerap 28 ribu karbon dioksida per tahunnya. Jika ada tiga pohon Trembesi di SMAN 1 Semarang yang ditebang, maka 84 karbon dioksida gagal terserap tahun ini.
“Kalau melihat data dari pohon yang ditebang, kami menyayangkan adanya pohon Trembesi dan Ketapang. Trembesi itu pohon yang dinilai sangat efektif dalam menyerap karbon dioksida. Bahkan bisa menyerap CO2 sekitar 28 ribu kilogram,” katanya kepada Indoraya melalui panggilan WhatsApp, Selasa (31/01/2023).
Terkait jumlah daya serap karbon yang mampu diserap pohon Trembesi ini juga didasari hasil riset. Hasil penelitian Endes N. Dahlan, dosen Fakultas Kehutanan IPB menyebut, pohon Trembesi (Samanea saman) terbukti menyerap paling banyak karbon dioksida. Dalam setahun, Trembesi mampu menyerap 28.488,39 kilogram atau 28 ton karbon.
“Kalau ditebang tiga pohon Trembesi di SMAN 1 Semarang ada 28 ribu kilogram, dikali tiga (jadi 84 ribu kilogram atau 84 ton: red). Akhirnya tidak bisa terserap dalam kurun waktu satu tahun setelah pohon ditebang,” ungkap Nur Colis.
Pihaknya sangat menyayangkan aktivitas penebangan pohon massal di SMAN 1 Semarang. Selain tiga pohon Trembesi, tujuh pohon Ketapang yang ditebang juga berdampak pada lingkungan di sekolah tersebut.
“Selanjutnya ada Ketapang yang pohonnya rindang dan teduh. Bisa jadi tempat berteduh. Jadi tujuh pohon ditebang sangat sia-sia sekali, akan berpengaruh terhadap lingkungan dan kenyamanan para siswa,” jelasnya.
Lanjutnya, pohon-pohon tua berusia puluhan tahun yang telah ditebang tersebut memiliki banyak manfaat bagi lingkungan hidup sekolah. Bahkan pohon itu bisa meminimalisir potensi genangan air dan banjir di kawasan tersebut.
Sehingga ketika ditebang, kata Colis, akan berdampak pada fungsi resapan karbon dan air. Meskipun pihak sekolah akan melakukan penanaman kembali atau reboisasi, namun dibutuhkan waktu lama agar bisa tumbuh dan berfungsi.
“Dia (pohon yang ditebang) menyerap karbon dioksida, dia menyerap air meresapkan air ke dalam tanah, meminimalisir potensi banjir kemudian juga memperbaiki iklim lokal yang ada di sekolahan itu sendiri,” katanya.
“Dampak lingkungan pastinya peresapan air pasti akan sangat berkurang sekali. Kemudian juga sudah sangat berkurang drastis sekalipun akan menanam pohon baru. Itu kan butuh waktu sangat panjang dan lama,” tutup Colis.