INDORAYA – Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mencatat sebanyak 685 kasus leptospirosis hingga bulan September 2025 dengan angka kematian mencapai 108 orang.
Untuk mencegah penularan dan menangani penyakit leptospirosis di musim penghujan, Dinkes Jawa Tengah terus menggalakkan penerapan pendekatan One Health.
Plt Sub Koordinator Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, Zanuar Abidin mengatakan, pendekatan One Health menekankan upaya kolaborasi antara sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan.
Menurut dia, pendekatan ini sangat relevan dalam pencegahan serta pengendalian leptospirosis di Jateng. Terutama dalam deteksi dini, upaya promotif, serta respon cepat antar bidang yang menangani kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan.
“Jadi pendekatan One Health ini tidak hanya kesehatan manusia saja, tapi juga harus dibarengi dengan kesehatan hewan dan lingkungan,” kata Zanuar dalam webinar “Implementasi Konsep One Health dalam Mencegah dan Mengendalikan Leptospirosis di Jawa Tengah” yang digelar melalui Zoom Meeting, Kamis (13/11/2025).
Webinar ini diikuti oleh Tim Koordinasi Daerah Pencegahan dan Pengendalian Zoonoisis dan Penyakit Infeksius Baru (PIB) Jateng serta Dinas Kesehatan, Pertanian, Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kesehatan Lingkungan, Pemukiman, dan Tataruang di kabupaten/kota.
Dijelaskan, leptospirosis ialah penyakit zoonosis yang disebabkan bakteri leptospira interrogans. Penyakit ini menular dari hewan ke manusia melalui kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi urine hewan terinfeksi, terutama tikus.
Dia mengungkapkan, kasus leptospirosis di Jawa Tengah masih menjadi perhatian serius karena angka kejadian dan fatalitasnya yang fluktuatif serta termasuk tertinggi secara nasional.
Berdasarkan data, hingga September 2025, tercatat sebanyak 685 kasus leptospirosis di Jateng dengan 108 kematian. Angka itu menunjukkan case fatality rate (CFR) sebesar 16,41 persen.
Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2024 yang mencatat 545 kasus dengan 66 kematian dengan CFR atau tingkat risiko kematian 12,11 persen.
Lebih lanjut, dia mendorong penguatan penerapan One Health di musim penghujan saat ini. Pasalnya risiko penyakit leptospirosis meningkat saat terjadinya banjir maupun genangan air.
Zanuar meyakini, dengan kolaborasi dan koordinasi yang baik, rencana aksi, implementasi, dan strategi penanganan penyakit tersebut menjadi lebih mudah.
“Dan harapannya pengendaliannya lebih sukses apabila sektor one health ini bisa terlibat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan program, monitoring, dan evaluasi” ungkap bebernya.
Sementara itu, dr. Nani, narasumber dari Direktorat Penyakit Menular Kementerian Kesehatan memaparkan, penanggulangan leptospirosis dengan pendekatan One Health dapat dilakukan melalui empat aspek, yaitu pencegahan, surveilans, penanganan kasus, dan promosi kesehatan.
Ia menekankan pentingnya promosi kesehatan, terutama pada musim penghujan saat ini. Masyarakat diimbau menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan, mengendalikan populasi tikus, serta mewaspadai genangan air dan banjir.
Selain itu, masyarakat juga diingatkan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti menggunakan sarung tangan dan alas kaki, serta mencuci tangan dan kaki setelah beraktivitas di area banjir.
“Kita harus rajin mencuci tangan dan kaki agar bakteri Leptospira tidak sempat masuk ke tubuh. Gunakan air mengalir dan sabun, jangan menggunakan air tampungan,” pesan Nani.
Peneliti Ahli Madya dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ristiyanto, menjelaskan bahwa saat musim hujan dan banjir, risiko penularan leptospirosis meningkat akibat urine tikus yang mencemari air atau lumpur banjir.
Menurutnya, banjir mengubah ekologi dan perilaku tikus secara drastis. Dalam kondisi ini, populasi tikus cenderung berpindah ke area permukiman untuk mencari tempat kering dan sumber makanan, sehingga kontak dengan manusia lebih sering terjadi.
Oleh karena itu, dia menilai bahwa pendekatan one health yang mengedepankan kolaborasi lintas sektor secara terpadu menjadi strategi yang harus digalakkan untuk mencegah dan menangani penyakit leptospirosis.
“Penanganan tikus, menjaga kebersihan lingkungan, serta melindungi kesehatan masyarakat di daerah terdampak banjir harus dilakukan secara terpadu dan cepat untuk mencegah wabah leptospirosis,” tegas Ristiyanto.


