61 Kasus Leptospirosis di Jateng Awal 2025, Dinkes Ingatkan Musim Hujan Rawan

Athok Mahfud
33 Views
3 Min Read
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Irma Makiah. (Foto: Dok. Athok Mahfud/Indoraya)

INDORAYA – Dinas Kesehatan (Dinkes) mencatat sebanyak 61 orang terkena kasus penyakit leptospirosis terjadi di Jawa Tengah (Jateng) pada awal tahun 2025.

Sebaran kasus terjadi di Banyumas, Magelang, Purworejo, Cilacap, Karanganyar, Demak, Klaten, Kebumen, Wonosobo, Sukoharjo dan beberapa wilayah lain seperti di Pantai Utara.

Sementara itu, menurut data Dinkes Jateng, pada 2024 tercatat ada 545 kasus penyakit leptospirosis dengan 66 orang meninggal dunia.

Oleh sebab itu, Dinkes Jateng meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan pasalnya pada musim hujan penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira tersebut rawan menyerang.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Provinsi Jateng Irma Makiah mengatakan, ada beberapa cara penularan leptospirosis. Pertama melalui kontak langsung kulit terluka dengan urin hewan pembawa bakteri leptospira.

Kedua kontak antara kulit dengan air atau genangan dan tanah yang terkontaminasi urin hewan pembawa bakteri. Selanjutnya, mengonsumsi makanan yang terkontaminasi urin tikus yang membawa bakteri leptospira.

“Bilamana tikus kencing di air, atau makanan, lalu air tersebut terkena luka atau mata. Bisa juga lewat mengonsumsi makanan yang terkena urin tikus, orang tersebut bisa terinfeksi leptospirosis,” ujarnya, Jumat (14/1/2025).

Jika terinfeksi, orang yang tertular menunjukan beberapa gejala. Seperti demam, nyeri di badan, nyeri di betis, mata merah, gejala kekuningan pada badan, hingga gagal ginjal yang bisa berdampak pada kematian.

Jika berada di wilayah dengan koloni tikus mengalami gejala, disarankan segera mendatangi fasillitas kesehatan. Karena Pasalnya pada tahap awal, leptospirosis sangat mudah dideteksi dan bisa diobati dengan berobat di Puskesmas, klinik, ataupun rumah sakit.

Irma mengungkapkan, penularan leptospirosis rentan terjadi pada lingkungan padat penduduk, persawahan, perkampungan nelayan, atau lingkungan kumuh yang menarik bersarangnya tikus.

Selain itu, katanya, potensi penularan juga terjadi di daerah yang rawan banjir, rob, sungai, dan pada lokasi dengan penanganan sampah yang buruk.

“Jadi, bagi bapak dan ibu yang pekerjaannya memang berisiko seperti ke sawah, lingkungannya atau pekerja yang diharuskan turun ke daerah banjir, mohon gunakan alat pelindung diri, seperti sepatu boot,” kata dia.

“Sebab, jika ada luka sedikit saja, termasuk telapak kaki pecah-pecah, itu bisa berisiko terkena leptospirosis,” imbuh Irma Makiah.

Selain itu, pihaknya menyarankan untuk mengeliminasi tikus secara benar. Ia mengimbau agar tikus tidak dijerat, yang berpotensi menyebarkan cairan atau darah, yang diduga terinfeksi bakteri. Karena selain leptospira, tikus dapat membawa 48 bibit penyakit.

Ia juga mengimbau agar tidak membuang bangkai tikus yang tertangkap di jalanan karena berpotensi menyebarkan penyakit dan mengotori lingkungan.

“Tangkap dengan kandang jebak, kemudian jemur tikus pada panas matahari hingga mati, siram dengan air panas mendidih atau tenggelamkan dalam wadah sampai mati dan airnya diberi disinfektan,” tandas Irma.

Share This Article