INDORAYA – Warga Negara Asing (WNA) asal China berinisial YH telah disidangkan pada 28 Agustus 2024 di Pengadilan Negeri Ketapang karena terlibat dalam penambangan emas ilegal di Kalimantan Barat.
Kegiatan ilegal ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,02 triliun, dengan 774,27 kg emas dan 937,7 kg perak yang berhasil dicuri.
Pengujian menunjukkan bahwa lokasi penambangan memiliki kandungan emas tinggi, mencapai 136 gram/ton untuk sampel batuan dan 337 gram/ton untuk batu giling. Merkuri juga digunakan dalam proses pemisahan bijih emas, dengan kandungan merkuri terdeteksi sebesar 41,35 mg/kg.
YH memanfaatkan lubang tambang di area berizin yang seharusnya dipelihara, melakukan penambangan secara ilegal. Setelah pemurnian, hasil emas dijual dalam bentuk bijih atau bullion.
Dari hasil penyelidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, terungkap bahwa volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3.
Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.
YH terancam hukuman penjara 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain.
Sidang selanjutnya akan dilakukan enam tahap sidang, yaitu saksi dari pihak penasihat hukum, ahli dari penasihat hukum, pembacaan tuntutan pidana (requisitor), pengajuan/pembacaan nota pembelaan(pleidool), pengajuan/pembacaan tanggapan-tanggapan(replik dan dupplik), dan terakhir siding pembacaan putusan.
Kementerian ESDM dan Bareskrim Polri berhasil mengungkap aktivitas ilegal ini. Sunindyo Suryo Herdadi dari Kementerian ESDM mengkonfirmasi bahwa YH memanfaatkan lubang tambang untuk melakukan penambangan tanpa izin.
Peralatan yang ditemukan mencakup alat pemisah emas dan alat berat seperti loader dan dump truck listrik.