INDORAYA – Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan penurunan jumlah kelas menengah bakal menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
“Ini memang menjadi hal yang harus dicermati betul. Saya rasa ini menjadi PR kepada pemerintahan Pak Prabowo, bagaimana kita mencari solusi-solusi jangka panjang untuk kembali ke level pra pandemi,” katanya dalam media gathering Kementerian Keuangan di Anyer, Banten, Rabu (25/9/2024).
Keponakan Prabowo itu mengatakan persoalan jumlah kelas menengah turun lantaran saat pandemi covid-19 banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Ia menilai penurunan kelas menengah bukan karena kebijakan pemerintah yang salah.
“Jangan dianggap bahwa ada kebijakan-kebijakan tertentu yang kurang terus kita tiba-tiba kelas menengah turun terus. Ada konteksnya,” katanya.
Ia mengatakan masalah kelas menengah menjadi fokus Kemenkeu. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) katanya tengah mencari solusi agar kelas menengah bisa tumbuh usai pandemi covid-19.
“Kalau di BKF istilahnya scarring effect dari pandemi. Sekarang bagaimana scaring effect itu kita setop. Itu perlu pendalaman yang lebih mendalam karena kita tahu kelas menengah butuh perhatian khusus,” imbuhnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta orang pada 2024, turun dibandingkan 2023 yang mencapai 48,27 juta orang..
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar mengatakan penyebab utama turunnya kelas menengah tahun ini adalah pandemi Covid-19. Tercermin dari data yang dimiliki, penurunan jumlah penduduk kelas menengah berkurang sejak 2019.
Menurutnya, efek pandemi pada 2020 lalu masih terasa sampai saat ini, terutama kepada perekonomian. Masyarakat kelas menengah pun turut merasakan dampaknya.
“Kan tadi sudah dilihat dari 2014 ke 2019 kan naik (kelas menengah) dari 41 persen jadi 53 persen. Setelah pandemi, dia turun bertahap, itu yang saya tadi bilang, ada long covid buat perekonomian,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (30/8/2024).