Ad imageAd image

Unika Semarang Tidak Bersedia Dijadikan Tempat Kampanye Pilpres 2024, Begini Pertimbangan Rektor

Athok Mahfud
By Athok Mahfud 1k Views
3 Min Read
Rektor Unika Soegijapranata Semarang Ferdinandus Hindiarto (tengah). (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)

INDORAYA – Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang merespon keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal diperbolehkannya peserta Pemilu 2024 melakukan kampanye di dalam lingkungan pendidikan, termasuk perguruan tinggi.

Rektor Unika Soegijapranata Semarang Ferdinandus Hindiarto mengatakan, meski MK mengizinkan, namun keputusan tetap berada di kampus. Pimpinan kampus punya wewenang apakah bersedia dijadikan tempat kampanye bagi pasangan capres-cawapres.

“Pimpinan perguruan tinggi diberi kewenangan memutuskan. Jadi tidak bisa mewajibkan semua. Kalau boleh (kampanye) boleh, tapi kembali ke pimpinan perguruan tinggi,” ujarnya dalam konferensi pers Pembekalan Terpadu Mahasiswa Baru (PTMB) di Kampus Unika Semarang, Senin (29/8/2023).

Lebih lanjut terkait hal ini, Ferdinandus menegaskan bahwa kampusnya untuk Pilpres 2024 kali ini tidak memberikan ruang bagi pasangan capres-cawapres untuk melakukan kampanye. Keputusan ini diambil bukan tanpa alasan.

BACA JUGA:   Mulai 1 Juni, Waktu Perjalanan KA Daop 4 Semarang Akan Lebih Cepat

Menurutnya, kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia masih perlu belajar lebih banyak. Masyarakat banyak yang belum bisa menerima kekalahan. Jika dalam sepak bola saja kedua pendukung tim masih sering terlibat tawuran, apalagi dalam pertarungan politik.

“Saya punya beberapa pertimbangan, Unika Soegijapranata tahun ini belum. Belum memberikan ruang untuk kampanye di kampus. Pertama, kualitas kehidupan demokrasi kita sebetulnya masih perlu belajar. Masyarakat belum bisa menerima kekalahan,” bebernya.

Selain itu, ia menilai model demokrasi yang memungkinkan calon pemimpin bisa kampanye di lingkungan akademik bukan menjadi kultur masyarakat Indonesia. Situasi di sini berbeda dengan di Amerika maupun negara-negara Eropa.

BACA JUGA:   Survei IPN: Elektabilitas Prabowo Masih Ungguli Semua Capres

“Demokrasi seperti itu sebetulnya bukan kultur kita. Kultur kita itu sila keempat (dalam Pancasila), musyawarah untuk mufakat, dimusyawarahkan sampai disepakati. Kalau saya menilai demokrasi kita masih perlu banyak belajar,” ujar Ferdinandus.

Di samping itu, alasan lain yang membuat Unika Soegijapranata tidak bersedia memberikan ruang kampanye juga telah mempertimbangkan para pemilih Pemilu 2024. Menurutnya, pemilih muda belum sepenuhnya menjadi pemilih cerdas.

Ferdinandus melihat bahwa para pemilih saat ini banyak yang masih terjebak dalam sosok atau ketokohan dari calon presiden tertentu, bukan pada gagasan yang akan diusung untuk Indonesia ke depan.

Di lain pihak, para calon pemimpin juga masih menonjolkan ketokohannya seperti popularitas untuk menarik suara publik. Kondisi ini juga ditemuinya dalam ketiga Bacapres dengan elektabilitas tinggi, yaitu Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.

BACA JUGA:   Bawaslu Jateng Catat 52 Dugaan Pelanggaran Pemilu, 16 Kasus Dinyatakan Terbukti Pelanggaran

“Karena kita terjebak pada sosok. Jujur dari ketiga capres saya belum tahu akan membawa Indonesia dengan cara apa. Yang ditonjolkan sosok, termasuk seragam kampanye. Sosok lebih penting daripada gagasan Indonesia emas,” ujarnya.

Tidak hanya itu, aturan main atau Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) soal kampanye di lingkungan pendidikan juga belum ditentukan oleh penyelenggara Pemilu atau KPU.

“Maka lebih tepat saya putuskan belum untuk kali ini, sangat mendadak. KPU juga belum menyusun Juklak Juknis. Misal yang didatangkan nanti apakah dari kedua paslon atau tim suksesnya,” tandas Ferdinandus.

Share this Article
Leave a comment