Ad imageAd image

Undip Semarang Soroti Tantangan Krisis Air dan Solusi Keberlanjutan di Indonesia

Athok Mahfud
By Athok Mahfud 50 Views
6 Min Read
Diskusi Forum Juara (Jurnalis dan Akademisi) “Menghadapi Krisis Air: Tantangan dan Solusi untuk Keberlanjutan di Indonesia.” melalui Zoom Meeting, Minggu (29/9/2024).

INDORAYA – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menyoroti persoalan krisis air yang saat ini menjadi persoalan serius yang dihadapi oleh Indonesia. Persoalan ini dibedah dalam diskusi “Menghadapi Krisis Air: Tantangan dan Solusi untuk Keberlanjutan di Indonesia.”

Diskusi Forum Juara (Jurnalis dan Akademisi) ini digelar secara online melalui Zoom Meeting bekerja sama dengan Universitas Paramadina, LP3ES, INDEF dan KITLV Leiden, Minggu (29/9/2024).

Wakil Rektor IV Undip Wijayanto menyampaikan, Demak menjadi salah satu lokasi utama dalam pengabdian masyarakat yang dilakukan kampusnya. Dia menyebutkan empat hal yang sudah dilakukan Undip dalam menghadapi krisis air di wilayah pesisir pantura Jawa Tengah tersebut.

Pertama, desalinasi atau mengubah air payau menjadi air siap minum. Kedua, sanitasi yakni menyediakan jamban untuk warga miskin. Bentuknya adalah jamban perban atau jamban yang dibuat tinggi karena Demak selalu terdampak rob sehingga harus selalu diuruk.

Ketiga, Undip juga melakukan penanganan stunting. Keempat, ekoturisme, yakni proyek menyulap rob menjadi lokasi wisata. Selain di Demak, pengabdian masyarakat dari Undip juga dilakukan di Kabupaten Grobogan, Blora, dan Jepara.

Wijayanto berharap bahwa ke depannya, dengan kerja sama antara Undip dan swasta serta pemerintah, akan ada lebih banyak kabupaten/kota lagi di Jawa Tengah yang menjadi lokasi pengabdian dalam hal pengelolaan air.

“Ini menjadi penting karena di Blora, misalnya air di Blora itu selalu berpadu kapur, sehingga membuat gizi pada masyarakat di sana terhambat. Ketika air tercampur dengan kapur, nutrisi yang masuk kemudian tidak bisa dicerna dengan baik,” katanya.

Dia memaparkan bahwa pada Forum Air Dunia diperkirakan tahun 2025 ada 1,8 miliar penduduk dunia menghadapi ‘kelangkaan air mutlak’. Yaitu kondisi tidak bisa memenuhi kebutuhan air minimal 500 meter kubik per tahun per kapita.

“Setidaknya 50 persen populasi dunia, yaitu 4 miliar jiwa, bakal mengalami kekurangan air setidaknya selama satu bulan dalam setahun,” ungkap Wijayanto.

Krisis Air di Indonesia

Krisis air bersih di Indonesia telah lama menjadi masalah yang kompleks, terutama disebabkan buruknya pengelolaan sumber daya air, pencemaran, eksploitasi air tanah, deforestasi, alih fungsi lahan, hingga dampak perubahan iklim.

Pada September 2023, berdasrkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sebanyak 166.415 warga di 11 provinsi di Indonesia mengalami krisis air bersih akibat kekeringan.

Guru Besar Fakultas Teknik Undip Syafrudin mengatakan, air menjadi kebutuhan dasar yang krusial di semua sektor kehidupan. Namun masalah yang dihadapi semakin meningkat, seperti limbah industri, penggundulan hutan, serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga sumber daya air.

Ia menekankan bahwa strategi pengelolaan air harus mencakup ketahanan pangan, ketahanan air, dan pengendalian bencana. Dalam pandangannya, Indonesia membutuhkan kebijakan yang lebih kuat, seperti yang diatur dalam Perpres 37/2023 tentang kebijakan nasional sumber daya air.

Tantangan dalam Pengelolaan Air

Sementara itu Akademisi Teknik Lingkungan Undip Titik Istikhatun menyoroti bahwa ancaman krisis air di Indonesia semakin nyata. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, keterbatasan pasokan air bersih, dan buruknya pengelolaan sumber daya air serta sanitasi.

Ia menekankan pentingnya penerapan teknologi seperti nano filtrasi dan reverse osmosis sebagai solusi untuk penyediaan air bersih, terutama dengan meningkatnya intrusi air laut ke daratan yang menyebabkan sumber air tawar semakin terbatas.

Sementara itu, Guru Besar Teknik Undip Nyoman Widiasa mengingatkan bahwa meskipun Indonesia memiliki sumber air yang besar, pengelolaan yang buruk menjadi kendala utama.

Pemerintah menargetkan akses air minum bersih mencapai 100%, tetapi hingga saat ini, target tersebut belum tercapai. Nyoman menyarankan penerapan teknologi siklus hidrologi yang lebih baik, di mana air hujan dapat disimpan dan dikelola dengan optimal.

Saat ini Prof Nyoman dibawah LPPM sedang memimpin salah satu program Undip dalam mengurangi kemiskinan di Jawa Tengah dengan berkontribusi memberikan bantuan teknologi penyaring air payau di Sayung Demak.

Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Forest and Society Research Group Alif K. Sahide menyampaikan, krisis air bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga tentang keadilan. Pengelolaan sumber daya air seringkali meniadakan peran masyarakat lokal yang seharusnya menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan.

Lebih lanjut Alif mengacu pada teori Elinor Ostrom tentang barang-barang umum (commons), di mana air harus dikelola sebagai sumber daya bersama dengan melibatkan masyarakat setempat.

Peneliti LP3ES Zaenal Muttaqien juga menekankan pentingnya kepemimpinan yang baik dalam pengelolaan sumber daya air, terutama di tingkat daerah. Menurutnya, ketimpangan alokasi anggaran antara pusat dan daerah memperburuk infrastruktur irigasi, yang menyebabkan jaringan irigasi rusak meskipun anggaran meningkat.

Solusi untuk Krisis Air

Untuk mengatasi krisis air di Indonesia, perlu adanya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Pendekatan holistik yang mencakup pelestarian sumber daya air, pengelolaan yang adil, serta penerapan teknologi tepat guna sangat penting untuk memastikan keberlanjutan air di masa depan.

Pembangunan infrastruktur air harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga air sebagai aset yang tak ternilai.

Share This Article
Leave a comment