INDORAYA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyoroti Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah (Jateng) tahun 2025. Besaran UMP Jateng yang baru saja ditetapkan oleh Pj Gubernur itu masih menjadi yang paling rendah se-Indonesia.
Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana pada Rabu (11/12/2024) lalu telah menetapkan UMP 2025 naik sebesar 6,5 persen dari tahun sebelumnya yang Rp2.036.947. UMP Jateng hanya naik Rp132.402 menjadi Rp2.169.349.
Direktur LBH Semarang Ahmad Syamsuddin Arief menyebut bahwa ada persekongkolan antara pemerintah dan pengusaha dalam menetapkan besaran UMP Jateng tahun 2025 yang menjadi UMP terendah di Indonesia.
“Terlihat jelas itikad buruk dan persekongkolan jahat pemerintah Jawa Tengah dengan berpihak pada pemodal yang menormalisasi kebijakan upah murah yang berdampak pada kemiskinan struktural,” katanya dalam keterangannya, Selasa (17/12/2024).
Selain itu, dia juga menyoroti Upah Minumum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minumum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) yang tidak ditetapkan oleh Pemprov Jateng. Sikap ini dianggap telah melanggar amanat putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023.
“Hanya di provinsi Jawa Tengah yang tidak memasukan UMSP dan UMSK, padahal di provinsi-provinsi lainnya telah mengacu pada putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023,” ungkap Syamsuddin Arief.
Dia bilang, ketentuan terkait upah minimum sektoral yang diabaikan oleh Pj Gubernur Jateng bertentangan dengan prinsip perlindungan hak-hak pekerja yang merupakan bagian dari hak asasi manusia.
“Terutama hak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ucap dia.
Dalam putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 disebutkan, upah minimum sektoral menjadi salah satu instrumen penting untuk menjamin kesejahteraan pekerja di sektor-sektor tertentu yang memiliki karakteristik dan risiko kerja yang berbeda dari lainnya.
Syamsuddin Arief mengatakan, pengaturan upah minimum sektoral memberikan perlindungan yang lebih spesifik dan adil kepada pekerja di sektor-sektor tersebut.
“Terutama dalam kondisi di mana sektor tertentu memerlukan standar upah yang lebih tinggi karena tuntutan pekerjaan yang lebih berat atau spesialisasi yang diperlukan,” kata dia.
Menurutnya, jika Pemprov Jateng tidak menetapkan UMS, terdapat potensi penurunan standar perlindungan yang sebelumnya telah diberikan kepada pekerja, khususnya di sektor-sektor yang membutuhkan perhatian khusus dari negara.
Lebih lanjut LBH Semarang mendesak Pj Gubernur Jateng untuk menjalankan putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 dengan menetapkan UMSP dan UMSK untuk tahun depan.