Sidang vonis disampaikan dalam sidang daring yang digelar di PN Wates, Selasa (31/5) siang. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fery Haryanta dan dua hakim anggota, Syafrudin Prawira Negara, dan Ike Liduri Mustika Sari.
“Sidang Nomor 14/Pid.Sus/2022/PN Wat atas nama Terdakwa SMA hari ini, Selasa, 31 Mei 2022, digelar dengan agenda pembacaan putusan,” ujar Juru Bicara PN Wates, Evi Insiyati dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/5/2022).
“Berdasarkan pertimbangan hukum, majelis hakim memutuskan bahwa Terdakwa SMA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membujuk anak untuk melakukan perbuatan cabul dengannya secara terus menerus sebagai perbuatan yang dilanjutkan sebagaimana dalam dakwaan tunggal,” imbuhnya.
Evi menjelaskan majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda Rp50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan. “Terdakwa juga dibebankan membayar restitusi sebesar Rp16.645.000,” jelasnya.
Vonis ini sesuai dengan yang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya. JPU menuntut terdakwa dengan Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang No.17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menjadi Undang Undang Jo Pasal 76E Undang Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ancaman pidananya berupa penjara selama 8 tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan dengan denda sebesar Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan serta terdakwa dituntut untuk membayar restitusi sebesar Rp 16.645.000.
Adapun tuntutan itu telah disampaikan dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Wates, Selasa (26/4) lalu.
Evi mengatakan atas putusan yang dijatuhkan majelis hakim, penasehat hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan upaya hukum banding. “Penasihat hukum rencananya akan mengajukan banding,” terangnya.
Untuk diketahui kasus pencabulan ini menimpa seorang santriwati berusia 15 tahun asal Kota Jogja. Korban telah mondok selama 1 tahun di Pondok Pesantren yang berlokasi di wilayah Sentolo. Pondok itu diasuh oleh terdakwa Sirojan.
Kejadian pencabulan bermula pada April 2021 saat korban bersama terdakwa melakukan perjalanan dari Yogyakarta dengan mengendarai mobil. Saat itulah terdakwa melakukan pencabulan di dalam mobil.
Selanjutnya pada Mei 2021 terdakwa memanggil korban ke rumah tinggalnya kemudian melakukan aksi serupa. Kasus ini baru terkuak setelah korban curhat dengan temannya sesama santri di pondok tersebut. Dari curhatan ini kemudian dilaporkan ke seorang petinggi pondok yang memiliki jabatan lurah ponpes.
Oleh sosok lurah ponpes ini, korban disarankan untuk bercerita ke orang tuanya. Dari situ orang tua korban kemudian melapor ke polisi pada Senin (27/12/2021) silam.