INDORAYA – Empat perusahaan Sritex Group, yaitu PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Sinar Pantja Djaya yang dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024 meniggalkan tagihan utang mencapai Rp32,6 triliun ke sejumlah kreditur.
Saat ini tim kurator kepailitian yang telah ditunjuk Pengadilan Negeri Semarang sedang melakukan kajian mendalam terkait nasib usaha raksasa tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Salah satunya opsi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal karyawan.
Tim ini terdiri dari empat orang, Denny Ardiansyah, Nurma C.Y. Sadikin, Fajar Romy Gumilar, dan Nur Hidayat. Kurator menggelar konferensi pers di Hotel All Stay Semarang, Senin (13/1/2025) malam, untuk mengumumkan langkah apa yang akan ditempuh.
Denny Ardiansyah mengatakan bahwa kepailitan yang menimpa Sritex Group, muaranya adalah pada dua hal. Yaitu going concern (kelangsungan usaha) dan pemberesan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
Namun berdasarkan rapat tim kurator bersama kreditur, pihaknya tidak berniat untuk mengajukan keberlanjutan usaha. Hal ini mengingat banyaknya tagihan hutang yang harus dibayarkan kepada sejumlah kreditur.
“Kami pernah membahas going concern hampir secara komprehensif, selalu yang menjadi pertanyaan kami, pemerintah minta ini going concern, sedangkan going concern harus atas hak pengajuan dari kurator dan penetapan dari hakim pengawas,” kata dia.
Menurut Denny, dengan pailitnya Sritex Group, jika skema going concern diterapkan, maka tim kurator yang akan bertanggung jawab terhadap seluruh tagihan hutang. Oleh sebab itulah pihaknya mengumumkan tidak akan mengambil hak going concern.
“Kemudian terhadap kerugian ini menjadi tanggung jawab kurator. Ini yang sampai saat ini belum terpikirkan, siapa yang bertanggung jawab jika going concern ini dilakukan,” ungkap dia.
Anggota tim kurator kepailitan Sritex, Nurma C.Y. Sadikin menambahkan, saat ini pilihan kurator hanyalah dua, yaitu untuk meningkatkan harta pailit atau mempertahankan harta pailit.
Namun berdasarkan kajian, jika pihaknya memilih going concern, tidak ada potensi peningkatan, justru malah rugi. Di samping itu, manajeman Sritex selaku debitor juga dinilai tidak koperatif terhadap tim kurator.
“Tapi sampai saaat ini kami sebagai kurator belum melihat potensi ada ke arah meningkatkan harta pailit, debitor juga belum koperatif untuk memberikan data kepada kami,” beber Nurma.
Sementara terkait PHK massal karyawan, tim kurator masih menyusun formula yang tepat. Saat ini jumlah karyawan di empat perusahaan tersebut yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 11.271 orang.
Pihaknya saat ini lebih fokus untuk mengamankan aset terlebih dahulu dibandingkan melakukan PHK. Tim kurator mengaku belum menguasai seluruh aset pailit karena adanya intervensi yang menghambat tugas mereka.
“Kemudian terkait PHK tadi penerapanya mungkin nanti kami akan formulasikan bersama beberapa pihak, dan nanti juga akan melihat bagaimana ke depannya kami untuk mengamankan terlebih dahulu dari aset pailit,” ungkap Nurma.