INDORAYA – Penelitian dari Energy Policy Institute di Universitas Chicago (EPIC) membeberkan polusi udara lebih berbahaya bagi kesehatan rata-rata orang di planet Bumi daripada merokok atau alkohol, dengan ancaman yang memburuk di kawasan Asia Selatan.
Namun, jumlah dana yang dialokasikan untuk menghadapi tantangan ini hanya sebagian kecil dari jumlah yang dialokasikan untuk memerangi penyakit menular.
Laporan tahunan Air Quality Life Index (AQLI) menunjukkan polusi udara partikulat halus yang berasal dari emisi kendaraan dan industri, kebakaran hutan, dan banyak lagi, tetap menjadi “ancaman eksternal terbesar bagi kesehatan masyarakat.”
Jika dunia dapat mengurangi polutan ini secara permanen untuk memenuhi batas pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rata-rata orang akan menambahkan 2,3 tahun ke dalam harapan hidupnya, menurut data. Partikel halus ini berkaitan dengan penyakit paru-paru, penyakit jantung, stroke, dan kanker.
Penggunaan tembakau, sebagai perbandingan, mengurangi harapan hidup global sebesar 2,2 tahun sementara kekurangan gizi pada anak dan ibu bertanggung jawab atas pengurangan harapan hidup global sebesar 1,6 tahun.
Asia dan Afrika menanggung beban terbesar tapi memiliki infrastruktur yang paling lemah untuk memberikan data yang akurat dan tepat waktu kepada masyarakat. Mereka juga menerima sumbangan yang tidak seberapa untuk mengatasi masalah ini.
Sebagai contoh, seluruh benua Afrika hanya menerima kurang dari US$300.000 (setara Rp4,5 miliar) untuk mengatasi polusi udara.
“Ada kesenjangan yang sangat besar antara polusi udara yang paling parah dan di mana kita, secara kolektif dan global, mengerahkan sumber daya untuk mengatasi masalah ini,” kata Christa Hasenkopf, direktur program kualitas udara di EPIC, mengutip AFP, Minggu (3/9/2023).
Sementara, ada kemitraan pendanaan internasional bernama Global Fund yang mengucurkan dana sebesar 4 miliar dolar AS per tahun untuk HIV/AIDS, malaria, dan TBC, tidak ada yang setara untuk polusi udara.
“Namun, polusi udara mengurangi lebih banyak tahun dari kehidupan rata-rata orang di Republik Demokratik Kongo dan Kamerun dibandingkan dengan HIV/AIDS, malaria, dan ancaman kesehatan lainnya,” kata laporan tersebut.