INDORAYA – Nama Muh Anwar atau Bayu Aji Anwari (46), Pengasuh Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi Kota Semarang santer diperbincangkan publik usai menjadi tersangka atas kasus pelecehan seksual terhadap santriwatinya.
Banyak orang kemudian bertanya-tanya, siapakah sosok kiai Bayu Aji Anwari dan bagaimana latar belakang pendidikannya?
Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kota Semarang Ahmad Samsudin meragukan status Bayu Aji, tersangka kekerasan seksual, sebagai seorang kiai yang mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat.
Terlebih Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi yang berlokasi di Kelurahan Lempongsari, Gajahmungkur, merupakan pesantren ilegal atau tidak memiliki izin operasional dan tidak terdaftar di Kementerian Agama Kota Semarang.
Pesantren milik Bayu Aji itu tidak memiliki kurikulum dan tidak memenuhi standar pendidikan pesantren. Dari segi sarana dan prasarana juga tidak memadai seperti tidak adanya tempat musala ataupun masjid.
“Kalau ini mengatasnamakan Pondok Pesantren, kami FKPP terus terang merasa tercederai,” ujar Gus Samsudin, sapaan akrabnya, usai mengecek lokasi Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi, Jumat (8/9/2023).
“Kalau saya katakan padepokan juga tidak layak disebut padepokan. Kalau memang resmi pondok itu punya izin operasional. Kalau ini kan gak berizin, kalau tempat persembunyian iya cocok ini, kalau ponpes bukan,” imbuhnya.
Lebih lanjut dia meragukan Bayu Aji Anwari yang diklaim sebagai kiai dan mengajarkan ilmu agama. Saat kasus ini viral, Samsudin bertanya ke sejumlah kiai di Semarang, namun tidak ada yang mengenal Bayu Aji.
“Tujuan dari pendiriannya saya gak tahu. Kami di dunia pesantren, tak kenal sama Bayu Anwar itu. Adanya kasus ini nama beliau jadi terkenal, trending,” tegasnya.
Padahal, kata Gus Samsudin, seorang kiai merupakan unsur terpenting dalam sebuah pondok pesantren. Seseorang kiai juga harus memiliki latar belakang pendidikan dan sanad keilmuan yang jelas.
“Terutama sanad keilmuan, bisa dikatakan pengasuh pondok pesantren atau kiai itu belajarnya di mana, sanad keilmuannya itu bisa mencapai Rasulullah (Nabi Muhammad),” ujarnya.
Menurut Gus Samsudin, mayoritas di tanah Jawa rata-rata Kiai merupakan keturunan Walisongo. Sehingga dari jalur keluarga, kiai sekarang biasanya kakek hingga buyutnya juga merupakan kiai.
“Kiai itu titel yang memberi dari masyarakat sendiri. Tentunya dengan gaya hidup, cara bergaul bagaimana. Gak usah kiai-kiainan itu masyarakat akan menyebutnya sendiri,” ungkapnya.
Dia menyebut, pesantren yang ada di Kota Semarang berjumlah 273. Lebih lanjut FKPP mengimbau agar masyarakat belajar dari kasus tersebut. Jangan asal memilih pondok pesantren.
“Kalau saya harap pandai-pandai lah milih ponpes, jangan terkecoh atas nama pondok. Silahkan kalau ingin mendidik anaknya ke ponpes pelajari ponpes-nya punya gak izin operasional. FKPP pun akan turun mengawasi perkembangannya,” tandas Gus Samsudin.
Sebagai informasi, saat ini pengasuh Ponpes Hidayatul Hikmah Al-Kahfi, Bayu Aji Anwari ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur yang merupakan santriwatinya sendiri. Saat ini pelaku ditahan di Mapolrestabes Semarang.