INDORAYA – Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmi melantik dua pejabat tinggi baru di lingkungan Kementerian Keuangan pada Jumat (23/5/2025).
Dalam pelantikan tersebut, Bimo Wijayanto ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Pajak menggantikan Suryo Utomo, sedangkan Letjen TNI (Purn) Djaka Budi Utama dilantik sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai menggantikan Askolani.
“Saya, Menteri Keuangan, dengan ini resmi melantik saudara-saudara dalam jabatan yang baru di lingkungan Kementerian Keuangan,” ucap Sri Mulyani saat upacara pelantikan berlangsung.
Sebelumnya, keduanya telah dipanggil oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada Selasa (20/5) untuk menerima arahan langsung terkait tugas barunya.
Usai pertemuan dengan Presiden, Bimo memberikan keterangan kepada publik menanggapi berbagai isu yang beredar.
“Ada beberapa hal yang diberikan arahan kuat oleh Bapak Presiden (Prabowo) untuk membuat martabat Direktorat Jenderal Pajak (dan) Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk bisa lebih kuat dalam mengamankan penerimaan negara,” ujar Bimo.
Bimo Wijayanto dikenal sebagai alumnus Taruna Nusantara dan memiliki pengalaman luas di sektor pemerintahan. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Deputi di Kemenko Perekonomian, serta menjadi Asisten Deputi Investasi Strategis di bawah koordinasi Kementerian Maritim dan Investasi, saat Luhut Binsar Pandjaitan menjabat sebagai Menko.
Selain itu, Bimo juga pernah menjadi Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden (KSP), dengan fokus pada bidang politik, hukum, keamanan, serta isu-isu sosial, budaya, dan ekologi strategis.
Sementara itu, Letjen Djaka terakhir menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN), sesuai dengan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1264/X/2024 tertanggal 18 Oktober 2024. Sebelumnya, Djaka meniti karier panjang di militer, termasuk posisi sebagai Irjen Kemhan, Asintel Panglima TNI, dan Deputi Koordinasi Politik Dalam Negeri di Kemenko Polhukam.
Karier militernya juga mencatat keterlibatan dalam Tim Mawar, sebuah satuan khusus yang mendapat sorotan publik karena operasi penangkapan aktivis pro-demokrasi menjelang akhir rezim Orde Baru.
Djaka sempat menjalani proses hukum atas keterlibatannya. Berdasarkan putusan Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999, ia dijatuhi hukuman penjara selama 16 bulan.


