INDORAYA – Bangunan masih hancur, proyek renovasi SMPN 3 Juwangi, Boyolali, belum berlanjut. Sekolah memilih diam tanpa penjelasan. CV Nirwana, yang mengerjakan proyek ini, ternyata tidak ada di HKPN. Kepala Sekolah SMPN 3 Juwangi Boyolali tetap bungkam tentang kontraktor yang tidak ada di HKPN
Setelah ambruknya plafon aula di SMPN 3 Juwangi pada 13 September 2024, pihak sekolah belum melakukan tindakan perbaikan dan memilih untuk bungkam. Situasi ini semakin rumit dengan terungkapnya bahwa CV Nirwana, salah satu kontraktor proyek renovasi, tidak terdaftar di HKPN. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai legalitas proyek dan potensi konsekuensi hukumnya.
Kebijakan bungkam dari pihak sekolah mengundang spekulasi bahwa ada sesuatu yang disembunyikan. Upaya untuk mendapatkan keterangan melalui telepon dan WhatsApp tidak mendapatkan respons. Ketidakmampuan untuk memberikan transparansi dalam situasi kritis ini hanya menambah ketidakpercayaan publik terhadap komitmen sekolah dalam menjaga keselamatan dan kualitas pendidikan.
CV Nirwana, yang terlibat dalam proyek renovasi, tidak terdaftar di HKPN, menimbulkan keraguan tentang status legal dan kemampuan perusahaan ini dalam menangani proyek pemerintah. Menggunakan kontraktor yang tidak terdaftar dapat melanggar prosedur pengadaan dan menimbulkan dampak hukum yang serius. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya pelanggaran dalam penunjukan kontraktor, yang seharusnya melalui seleksi ketat dan memenuhi persyaratan legal.
Konsekuensi dari menggunakan kontraktor yang tidak terdaftar dapat mencakup penundaan proyek, penurunan kualitas hasil kerja, dan peningkatan risiko keselamatan. Selain itu, pihak sekolah dan pemerintah daerah dapat menghadapi tindakan hukum jika terbukti melanggar regulasi terkait pengadaan dan pengawasan proyek infrastruktur pendidikan. Implikasi hukum ini bisa berujung pada sanksi administratif dan finansial, serta mencoreng reputasi pihak yang terlibat.
Menurut UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, setiap proyek harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat menyebabkan keruntuhan bangunan dan menempatkan pihak yang bertanggung jawab dalam posisi hukum yang sulit. Hingga kini, belum ada langkah perbaikan atau audit yang dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 mengatur aspek keamanan dan kenyamanan dalam renovasi bangunan gedung. Jika CV Nirwana bisa menjalankan proyek meski tidak terdaftar, ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum yang harus segera diperbaiki.
Dampak dari kebijakan bungkam dan ketidakjelasan ini sangat signifikan. Kepercayaan masyarakat terhadap keamanan dan kualitas pendidikan di SMPN 3 Juwangi menurun drastis. Para siswa, yang seharusnya belajar dalam lingkungan aman, kini harus menghadapi ancaman keselamatan yang nyata. Ketiadaan tindakan nyata dari pihak sekolah hanya memperburuk situasi.
Mendiamkan masalah ini bukanlah solusi. Tanpa adanya tindakan nyata dan transparansi, reputasi SMPN 3 Juwangi dapat terancam, dan ini bisa mempengaruhi jumlah pendaftar di masa mendatang. Stigma negatif terhadap kualitas pengelolaan sekolah pun mulai muncul, menambah beban emosional bagi seluruh komunitas sekolah.
Kondisi ini seharusnya menjadi pengingat bagi pemerintah dan pihak terkait untuk lebih bertanggung jawab dalam setiap proyek yang melibatkan keselamatan publik. Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa dan harus dilindungi dari ketidakjelasan dan kebungkaman. Keselamatan siswa dan kualitas pendidikan harus menjadi prioritas utama.
Komunitas sekolah berharap adanya tindakan nyata dari pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka menginginkan jaminan bahwa lingkungan belajar yang aman dan kondusif bisa segera terwujud kembali. Harapan besar ditujukan kepada pemerintah untuk memberikan transparansi dan akuntabilitas dalam menangani insiden ini.
Perhatian dari lembaga swadaya masyarakat dan aktivis pendidikan semakin meningkat. Mereka menuntut agar ada audit menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek renovasi di sekolah-sekolah, terutama yang menggunakan dana pemerintah. Insiden ini menjadi contoh jelas dari masalah yang lebih besar dalam pengelolaan proyek infrastruktur pendidikan di Indonesia.
Para orang tua siswa kini mempertimbangkan langkah hukum jika tidak ada tindakan dari pihak sekolah dan pemerintah. Mereka berharap dapat menggugah perhatian pihak berwenang untuk segera menyelesaikan permasalahan ini. Dukungan dari komite sekolah sangat penting dalam menyusun strategi advokasi yang lebih efektif.
Di tengah ketidakpastian ini, semangat belajar para siswa masih tetap terjaga berkat inisiatif guru-guru yang mengadakan kegiatan belajar di ruang terbuka atau ruangan lain yang lebih aman. Namun, solusi sementara ini tentu tidak bisa bertahan lama, mengingat kondisi cuaca dan kebutuhan akan fasilitas yang memadai.
Reputasi SMPN 3 Juwangi, yang selama ini dikenal dengan kualitas pendidikan yang baik, mulai dipertaruhkan. Komunitas sekolah khawatir bahwa insiden ini dapat memengaruhi jumlah pendaftar di masa mendatang dan menciptakan stigma negatif terhadap kualitas pengelolaan sekolah yang selama ini dibanggakan.
Insiden ini seharusnya menjadi pengingat bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam setiap proyek yang melibatkan keselamatan publik. Pendidikan adalah harapan masa depan bangsa, dan tidak boleh dikorbankan oleh ketidakjelasan dan kebijakan bungkam. Keselamatan siswa dan kualitas pendidikan harus menjadi prioritas utama.
Meskipun dilanda kekecewaan, komunitas SMPN 3 Juwangi tetap optimis dan berharap bahwa perhatian publik dapat mendorong perubahan positif. Mereka berkomitmen untuk terus berjuang demi masa depan yang lebih baik bagi para siswa, dengan harapan besar kepada pemerintah dan pihak terkait untuk memberikan dukungan dan solusi yang nyata. Mendiamkan masalah ini bukanlah pilihan; tindakan dan transparansi adalah kunci untuk memastikan keselamatan dan kepercayaan kembali terbangun. [red]