INDORAYA – Seorang siswa SMP di Deli Serdang, Rindu Syahputra Sinaga (14), meninggal dunia setelah dihukum oleh gurunya dengan squat jump 100 kali.
Kasus ini menjadi viral di media sosial setelah beredarnya foto-foto jenazahnya. Korban yang merupakan warga Desa Negara Beringin, Kecamatan STM Hilir itu meninggal dunia, Kamis (26/9) usai sempat menjalani perawatan di RSU Sembiring Deli Tua.
“Rindu Syahputra Sinaga meninggal dunia pasca dihukum squat jump 100 kali oleh oknum guru honor agama SMP 1 STM Hilir dikarenakan tidak mengerjakan tugas sekolah,” demikian narasi unggahan itu.
Ibu korban, Yuliana Padang menjelaskan kronologi hukuman yang diterima anaknya tersebut. Ia mengatakan korban dihukum squat jump oleh gurunya, Kamis (19/9/2024). Sepulang dari sekolah, korban mengeluhkan kakinya sakit. Besok harinya, korban mengalami demam.
“Hari Kamis di hukum guru, dia (korban) mengeluh kakinya sakit. Hari Jumat dia demam panas tinggi, baru hari Sabtu dia nggak sekolah lagi karena kesakitan,” kata Yuliana usai pemakaman korban, Jumat (27/9/2024).
Ibu korban pun membawa korban ke klinik. Selain mengalami demam, kaki korban juga bengkak. Kemudian, pada Selasa (24/9/2024), Yuliana mendatangi sekolah korban untuk memberitahu bahwa korban tidak dapat masuk sekolah karena sedang sakit bahkan kondisinya semakin parah.
Yuliana juga membawa anaknya kembali ke klinik terdekat namun pihak klinik merujuk korban ke RSU Sembiring Deli Tua. Pada Kamis (26/9/2024) pagi, korban dinyatakan meninggal dunia.
“Hari Rabu anak saya drop, saya bawa ke klinik lagi. Klinik merujuk ke RS Sembiring, hari Kamis pagi setengah 7 kurang, anak saya sudah tidak ada lagi, meninggal dunia,” ujarnya.
Selama di rumah sakit, Rindu bercerita kepada ibunya bahwa ia dihukum squat jump karena tidak bisa menghapal materi pelajaran.
“Dihukum squat jump, 100 kali anak saya cakap (ungkapkan). Gara-gara dibilang anak saya disuruh menghapal alkitab, dia tidak hapal, jadi itu dikasih hukumannya,” sebutnya.
Yuliana juga menyebut sang anak sempat meminta agar guru agama yang menghukumnya dipenjara agar tidak terjadi hal yang serupa terhadap siswa lan. Namun, kata Yuliana, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut dari pihak sekolah terkait kematian anaknya tersebut.
“Anak saya waktu masih sakit bilang ‘mak penjarakan lah guru itu mak, biar dia jangan biasa begitu’. Pihak sekolah tak ada menanggapi,” sebutnya.
Bahkan, Yuliana mengaku sudah mendatangi kantor polisi untuk membuat laporan terkait kematian anaknya tersebut. Namun pihak kepolisian mengatakan harus melakukan prosedur autopsi terlebih dahulu.
Mendengar keharusan autopsi itu, Yuliana menjadi takut dan tak ingin jasad anaknya diautopsi.
“Jadi, saya merasa takutlah (diautopsi), anak saya sudah meninggal dan tak bernyawa lagi, lihat lagi itu video usus dikoyak dari dalam, saya gak terimalah jadi saya mundur (tidak membuat laporan),” ujarnya.
Namun ia tetap berhadap kasus ini berlanjut ke ranah hukum karena tak ingin ada kejadian serupa di sekolah anaknya.
“Kami memohon kepada pihak hukum tolong kasus ini diusut supaya ke depannya tak terjadi seperti ini lagi, cukuplah anak saya,” sambung Yuliana.