INDORAYA – Guna menampung kreativitas para seniman di masa pandemi, para seniman yang tergabung dalam Guyub TBRS Kota Semarang akan menggelar Semarang Performance Art Week (VaksinJanuari#2) di Taman Budaya Raden Saleh, Jalan Sriwijaya 29, Kota Semarang, 21-28 Januari 2022.
Kegiatan ini juga digelar sebagai ajang silaturahmi antara seniman dan publik penikmat seni di Kota Semarang dan sekitarnya. Koordinator acara, Adhitia Armitrianto mengatakan, nantinya setiap hari akan ada satu penampil.
“Mengingat pandemi dan kapasitas ruang, penonton setiap hari akan dibatasi maksimal sejumlah 20 orang dengan pengawasan melalui aplikasi pedulilindungi,” katanya, Kamis (20/1/2022).
Dikatakan, saat ini iklim berkesenian di Kota Semarang terus berkembang. Meski pandemi Covid-19 masih menyelimuti, para seniman tetap berkarya.
“Meski untuk itu, sebagian dari mereka harus beradaptasi. Proses adaptasi tersebut ternyata juga mampu menciptakan bentuk-bentuk baru yang menarik. Kota Semarang termasuk daerah yang terdampak pandemi. Meski demikian, kondisinya terus membaik. Pada tahun lalu, berangsur-angsur kota ini “menghijau” dan kondisi kembali seperti biasa atau yang kemudian disebut New Normal,” katanya.
Kegiatan berkesenian juga mulai bergeliat lagi. Tentu saja, tetap ada protokol kesehatan yang harus dipatuhi.
“Tahun ini pandemi masih membayangi. Terlebih adanya varian baru yang hadir. Namun sekali lagi, kondisi tersebut tak menghalangi para seniman untuk berkarya,” tegasnya.
“Dalam kondisi seperti ini, kami bermaksud menggelar kegiatan yang mengusung performance art. Sepertinya cukup lama publik tidak menyentuh salah satu bagian dari seni rupa itu. Karenanya, kami berusaha menggelar kegiatan ini selama beberapa hari dengan mengundang beberapa seniman,” tegasnya.
Kegiatan ini, katanya, murni digagas oleh beberapa seniman yang kerap bersua di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS). Bermula dari gagasan sederhana soal pentingnya menggulirkan kegiatan, muncul kemudian wacana soal performance art.
Akhirnya disepakati untuk mengusung penampilan itu dari beberapa seniman. Semula tawaran ditujukan pada seniman-seniman di Kota Semarang. Namun ternyata beberapa rekan di luar kota juga tertarik dan berkeinginan untuk tampil.
“Akhirnya disepakati, penampil tidak hanya dari Kota Semarang saja, tapi juga dari beberapa daerah seperti Jepara, Pati, dan Rembang,” kata Adit.
Sebagai informasi, istilah performance art disebut baru dikenal pada era 1970-an. Namun sebenarnya, performance art telah lahir sejak puluhan tahun sebelumnya. Kesenian tersebut bisa dikatakan sebagai turunan dari seni rupa yang memilih tubuh sebagai media. Karya tersebut juga berlangsung sesaat, meski kemudian bisa juga hadir dalam dokumentasi.
Sebuah situs seni mengungkapkan, bila performance art di Indonesia diusung kali pertama oleh Gerakan Seni Rupa Baru pada 1970-an. Istilah performance art kemudian ramai dikenal setelah 1990-an ketika ada festival-festival seperti Jakarta International Performance Art Festival (JIPAF), Bandung Performance Art Festival, dan lainnya.(HS)