INDORAYA – Semarang Writers Week kembali terselenggara untuk yang keempat kalinya. Pada tahun 2024 ini digelar di Gedung Monod Diephuis, kawasan Kota Lama Semarang pada harj Jumat (26/7/2024) hingga Selasa (30/7/2024) lalu.
Semarang Writers Week ialah salah satu acara literasi rutin tahunan yang diinisiasi oleh salah satu platform dari Kolektif Hysteria, yakni Bukit Buku. Gelaran selama lima hari itu memiliki berbagai konten acara. Di antaranya bazar buku, forum terkait literasi, bedah buku, hingga panggung pertunjukan.
Manager Program Bukit Buku Istiqbalul Fitriya mengatakan, Semarang Writers Week kali ini cukup meriah dibandingkan dengan penyelenggaraan sebelumnya.
“Karena selama 5 hari itu, kami menggandeng banyak pihak untuk mengisi konten SWW dengan satu tema besar terkait literasi kota,” kata dia.
Semarang Writers Week kali ini menekankan pentingnya budaya literasi dalam pembangunan kota. Kemajuan kota tidak terlepas dari budaya literasi.
“Kenapa fokus pada tema Literasi Kota, khususnya Semarang, karena kami kembali ingin memberikan gambaran pentingnya literasi terhadap pembangunan sebuah kota yang ideal,” jelas Isti.
Meskipun, Isti mempertegas bahwa literasi yang diusung oleh Platform Bukit Buku biasanya spesifik pada wacana perubahan iklim. Akan tetapi, untuk Semarang Writers Week dikatakannya memiliki cakupan yang lebih umum atau luas.
“Berbicara perihal Bukit Buku, jelas lebih mengerucut pada isu atau wacana perubahan iklim. Namun untuk SWW, kami perluas cakupannya, terutama yang berhubungan dengan Kota Semarang,” ungkap dia.
“Lebih spesifik, kami ingin mencoba membedah tentang benturan-benturan kompleksitas permasalahan kota terkait pembangunan hubungannya dengan literasi. Serta bagaimana sebuah kota dibangun tanpa adanya sumber literatur,” imbuh Isti.
Kepala Program Semarang Writers Week IV, Radit Bayu yang juga alumni peserta PekaKota Institute 2024 berkata, agenda ini masuk dalam salah satu titik prototip Program Purwarupa, di bawah naungan Platform PekaKota dari Kolektif Hysteria.
Menurutnya, pembangunan sebuah kota yang ideal tidak hanya bertumpu pada infrastruktur bersifat fisik, akan tetapi juga tumbuhnya literasi di dalam kehidupan warga kota.
“Sehingga, SDM kota bisa bertumbuh setidaknya sesuai dengan perkembangan infrasutruktur fisik sebuah kota,” kata Radit.
Mahasiswa Universitas PGRI Semarang itu menambahkan, jika identitas sebuah kota juga tergantung dengan tingkat literasi yang hidup dan dibangun masyarakatnya, Sehingga memiliki karakter dan identitas.
“Oleh karena itu, kami mencoba menghadirkan berbagai bahasan tentang pentingnya literasi di Kota Semarang, dari berbagai diskusi dengan narasumber yang berbeda dan tema yang beragam pula,” katanya.
“Apalagi kalau berbicara tentang Kota Semarang ya, hal itu sangat penting bagi perkembangan SDM di kota ini, dan tentu memperkuat citra Semarang yang notabene Ibu Kota Jawa Tengah sebagai pusat literasi,” imbuh Radit.
Semarang Writers Week IV ialah salah satu agenda yang masuk Event Strategis Kementerian Pendidikan, Kebudayaa, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI, melalui Program Dana Indonesiana.