Ad imageAd image

Sejumlah Warga Ngaku Korban Mafia Tanah Demo di Polda Jateng

Dickri Tifani
By Dickri Tifani 798 Views
4 Min Read
Warga bersama LSM GJL Kota Semarang gelar demo di Polda Jateng soal kasus mafia tanah yang belum kunjung selesai, Selasa (7/3/2023). (Foto: Istimewa)

INDORAYA – Sejumlah warga mengaku menjadi korban mafia tanah di Kabupaten Semarang melakukan aksi unjuk rasa di depan Polda Jateng, Selasa (07/03/2023).

Warga didampingi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Jalan Lurus (GJL) Kota Semarang untuk mengusut tuntas perkara warga yang menyebut tanahnya diserobot.

Dalam aksinya, mereka menuntut Polda Jateng untuk menuntaskan laporan mereka yang belum ada kejelasan proses tindaklanjutnya.

Salah satu warga, Yanti bersama ibunya yang sudah lanjut usia (lansia) ini mengeluhkan ada empat sertifikat tanah milik keluarganya diserobot orang lain. Untuk keempat sertifikat itu berada di Desa Ujung-Ujung, masing-masing memiliki atas nama yang berbeda mulai dari ayah, ibu, hingga saudara.

Pertama, SHM nomor 38 atas nama ayahnya bernama Sumali, kedua SHM 39 atas nama Rudi, SHM 81 NAma Harno, dan SHM 105 atas nama ibunya yakni Siyem.

Yanti menyebut bahwa keluarganya memiliki tanah beserta sertifikat itu berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Jateng nomor SK.DA.II/HM/2155/28/1979 tanggal 15 Februari 1979.

“Karena secara fakta kami adalah petani penggarap tanah negara untuk berkebun,” jelas Yati kepada wartawan di depan Polda Jateng.

Ia merasa kecewa lantaran laporan-laporan yang dibuat sejak tahun 2018 itu hingga kini belum tuntas. Sehingga, Yati dan keluarganya berharap kepada Polda Jateng agar segera memproses dan menindaklanjuti laporan dugaan penyerobotan tanah dengan terlapor SM dan R.

Ia juga menjelaskan tanah keluarganya itu memiliki seluas sekitar 2.790 meter persegi tersebut awalnya berupa perbukitan kemudian diurug sebanyak hampir 4000 truk.

“Awalnya M ngontrak lahan bapak saya lalu ditanemi tebu tapi malah diserobot dan langsung diurug Tol Solo-Semarang dan sampai sekarang belum dikasih uangnya satu persen pun. Kita minta seadil-adilnya, tanah saya dipulangkan tanah bapak saya dipulangkan. Bapak saya dulu diancam sampai sekarang sudah meninggal, saya gak terima,” ucap dia.

Dalam perkara ini, Yati meminta tolong kepada Kapolda Jawa Tengah, Gubernur Jawa Tengah, hingga Presiden RI untuk dibantu menyelesaikan permasalahan tersebut.

“Saya minta tolong kepada bapak Kapolda, bapak Presiden dan pak Gubernur tolong dibantu rakyat kecil ini saya sakit hati bapak saya diancam sampai meninggal,” ungkapnya.

Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy mengatakan Polda Jateng telah menerima dan menangani laporan aduan tersebut sesuai dengan SOP.

“Tidak ada penghentian perkara, semua masih berproses dan SP2HP selalu dikirimkan kepada para pelapor,” kata Kombes Iqbal.

Namun demikian dia tidak menampik adanya hambatan yang dialami oleh para penyidik yang menangani kasus tersebut diantaranya beberapa saksi dan korban yang mengetahui secara langsung dari peristiwa tersebut telah meninggal dunia.

“Proses ukur ulang tanah dari permohonan sampai dengan pelaksanaan juga butuh waktu sangat lama sebab ada prosedur atau tahapan dari BPN yang harus dilalui,” ujarnya.

Dia mengatakan, terkait tindak lanjut dari penanganan perkara tersebut, saat ini tim penyidik telah mempersiapkan pelaksanaan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum.

“Sebagai tindak lanjut, rencananya akan dilaksanakan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum terkait pengaduan tersebut,” ujarnya.

Share this Article
Leave a comment