Puan Tegaskan UU TNI Larang Tentara Berbisnis dan Jadi Anggota Parpol

Redaksi Indoraya
632 Views
2 Min Read
Ketua DPR RI, Puan Maharani. (Foto: istimewa)

INDORAYA – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan bahwa perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI) yang baru saja disahkan tetap melarang prajurit TNI aktif untuk berbisnis dan menjadi anggota partai politik.

Puan menjelaskan bahwa meskipun ada perubahan, UU TNI yang baru tetap mempertahankan larangan bagi anggota TNI untuk terlibat dalam dunia bisnis atau bergabung dengan partai politik, seperti yang sudah diatur dalam undang-undang sebelumnya.

“Tetap dilarang, tidak boleh berbisnis, tidak boleh menjadi anggota partai politik, dan masih ada beberapa aturan lainnya yang harus diikuti,” ungkap Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Lebih lanjut, Puan yang juga Ketua DPP PDIP ini menegaskan bahwa seluruh prajurit TNI yang mengisi jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga yang diperbolehkan harus mengundurkan diri. Ia pun meminta masyarakat untuk tidak langsung berpikir negatif terhadap produk undang-undang yang baru disahkan ini.

“Jangan buru-buru berburuk sangka, ini bulan Ramadan, bulan penuh berkah, kita harus berpikiran positif sebelum membaca atau melihat sesuatu. Jangan langsung berprasangka,” kata Puan, yang juga merupakan putri dari Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri.

RUU TNI ini mencakup sejumlah perubahan pasal sejak dibahas DPR dua pekan lalu. Tiga pasal utama yang mendapat perhatian adalah Pasal 7 yang membahas tugas dan fungsi baru TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), Pasal 47 yang mengatur penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, yang kini mencakup 14 instansi pemerintah, dan Pasal 53 terkait perpanjangan usia pensiun TNI.

Sementara itu, penolakan terhadap perubahan UU TNI mulai muncul di berbagai daerah di Indonesia dalam sepekan terakhir. Aksi-aksi tersebut muncul dalam bentuk protes di media sosial, demonstrasi mahasiswa, serta pernyataan sikap dari tokoh bangsa dan akademisi yang mengecam pembahasan cepat revisi UU TNI.

Mereka merasa proses pengesahan dilakukan secara tertutup atau diam-diam agar bisa diselesaikan sebelum reses DPR pada 21 Maret.

Demonstrasi di depan Gedung DPR pun terus berlanjut, dengan masyarakat sipil tetap menyuarakan penolakan terhadap disahkannya RUU TNI, karena dianggap membuka jalan bagi kebangkitan dwifungsi militer.

Share This Article