INDORAYA – Ketua DPR sekaligus Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, mengungkapkan alasan di balik dukungan fraksi partainya terhadap revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Pernyataan tersebut disampaikan Puan menanggapi pertanyaan wartawan mengenai sikap PDIP yang sebelumnya menolak RUU TNI dan Polri.
Puan menjelaskan bahwa penolakan tersebut disampaikan oleh Megawati sebelum RUU TNI dibahas secara bersama. Namun kini, menurutnya, publik bisa melihat hasil pembahasan yang telah dilakukan oleh Panitia Kerja (Panja) terkait RUU TNI.
“Penolakan itu kan sebelum kami bahas bersama. Sekarang, hasil dari panja sudah disebarkan dalam konferensi pers dan akan diputuskan,” jelas Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Puan menegaskan bahwa PDIP akan berfungsi sebagai pengawas dalam pembahasan RUU tersebut. Ia menambahkan bahwa fraksi PDIP dalam Panja akan memastikan tidak ada kesalahan dalam penyusunan RUU TNI.
“Kehadiran PDIP justru untuk memastikan jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan yang kami anggap tepat,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam substansi RUU tersebut, termasuk soal dwi fungsi ABRI. Puan memastikan bahwa poin-poin yang telah disepakati dalam RUU tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Semuanya sudah sesuai, tidak ada yang melanggar atau akan menimbulkan masalah di masa depan,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP di DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TNI, Utut Adianto, mengatakan bahwa pembahasan revisi UU TNI telah mengikuti semua prosedur dan mekanisme yang berlaku.
Menurut Utut, jika semua prosedur hukum sudah dipenuhi, tidak ada yang perlu diragukan dari hasil yang telah disepakati.
“Jika semua prosedur dan mekanisme sudah terpenuhi, maka tidak ada yang bisa diragukan lagi,” kata Utut di Kompleks Parlemen, Senin (17/3/2025).
Pembahasan RUU TNI sebelumnya menuai kritik karena dilaksanakan di hotel mewah pada akhir pekan. Beberapa poin dalam RUU tersebut juga mendapat sorotan, terutama terkait dengan dugaan penguatan dwi fungsi militer Orde Baru.
Tiga pasal yang menjadi perhatian utama, antara lain Pasal 7 tentang fungsi TNI dalam penanganan narkotika, Pasal 47 yang memperluas peran TNI di instansi sipil, dan Pasal 53 yang mengatur batas usia pensiun TNI.