INDORAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) siap mendukung program makan bergizi gratis dengan menjadikan olahan ikan sebagai salah satu menu utama. Karena produksi ikan di Jateng dianggap cukup melimpah, bahkan menembus hingga 838 ribu ton selama 2024.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jateng Sumarno berharap di wilayahnya bisa ikut dilibatkan peran dalam pemenuhan menu makan bergizi gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
“Harapan kita melibatkan produk ikan dari nelayan untuk menjadi alternatif menu yang disajikan dalam program ini. Karena kita ini kan gemar makan salmon, padahal kan proteinnya sebetulnya lebih rendah dari ikan kembung,” katanya di sela acara Central Java Fish Market di halaman Kantor Gubernur Jateng, Selasa (12/11/2024).
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jateng Fendiawan Tiskiantoro mengatakan, 50 persen komposisi produk ikan Jateng disumbang oleh ikan air tawar dan setengahnya ikan laut.
Adapun jenis ikan yang diproduksi paling banyak adalah ikan nila, gurami, ikan lele, ikan patin. Dia bilang, ketersediaan ikan laut maupun ikan tawar bisa digunakan untuk program makan bergizi gratis.
“Kalau laut dan tawar dari 2023 itu produksi kita 940 ribu ton. Mungkin 2024 akhir tahun hampir sama, itu masih banyak dari komposisinya hampir sama, 50 persen budidayanya 50 persen ikan tangkap. Kalau dari ketersediaan, insyallah dua duanya kita siap,” imbuh Fendiawan.
Lebih lanjut, dengan adanya program makan bergizi gratis untuk siswa atau pelajar, diharapkan dapat meningkatkan angka konsumsi ikan di Jateng yang terbilang masih rendah dibanding provinsi tetangga.
Selain itu juga dapat mengenalkan kepada para pelajar untuk gemar makan ikan dan mencegah stunting.
“Konsumsi ikan kita 39,8 kg per kapita per tahun, idealnya untuk anak anak minimal 300 gram dalan satu minggu atau 300 dibagi 7 per hari,” ungkap dia.
“Di 35 kabupaten/kota konsumsi ikan yang di atas 40 kg ada di pantura, Rembang dan Pati. Tapi kabupaten/kota di wilayah tengah hanya 20-25 persen, kalau di rata-rata hanya dapet 38 kg,” imbuh Fendiawan.
Sebab, keterserapan produk ikan dan olahannya di pasar domestik masih sebesar 20-30 persen. Sementara sisanya menopang provinsi lain dan di ekspor.
“Karena memang banyak juga yang kita kirim ke jogja, lele lele banyak ke Jogja. Ada yang ke Jakarta, Surabaya, Lampung, juga ada,” tandas Fendiawan.