Ad imageAd image

Prihatin Banyak Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Ponpes, Mbak Tunjung Dorong Pembentukan TPPK

Dickri Tifani
By Dickri Tifani 5 Views
5 Min Read
Salah seorang aktivis perempuan di Kota Semarang, Dyah Tunjung Pudyawati buka suara soal kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. (Foto: Dokumen Indoraya)

INDORAYA – Kota Semarang dihebohkan dengan pemberitaan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terjadi di lingkungan Ponpes Hidayatul Hikmah Al-Kahfi, di Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.

Hal itu membuat salah seorang aktivis perempuan di Kota Semarang, Dyah Tunjung Pudyawati membuka suara terkait kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan kembali terjadi lagi.

Ia mengaku sangat prihatin banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual di dunia pendidikan, khususnya di Jawa Tengah (Jateng).

“Saya mendengar kasus kekerasan dan pelecehan seksual di dunia pendidikan terjadi lagi, sangat prihatin ya. Ini perlu ada pembahasan serius antara pemerintah dengan satuan pendidikan agar bisa membuat suatu mekanisme, “ujar Mbak Tunjung, sapaan akrabnya, Kamis (7/9/2023).

Mbak Tunjung mengungkapkan, sebenarnya pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sudah melakukan pencegahan kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan.

Yakni Kemendikbud Ristek mengesahkan Permendikbudristek PPKSP Nomor 46 Tahun Tahun 2023.

Oleh karena itu, ia mendorong kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten /kota, serta satuan pendidikan segera menindaklanjuti Permendikbudristek PPKSP Nomor 46 Tahun Tahun 2023. Salah satu caranya yaitu membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).

Menurut Mbak Tunjung, hal itu sangat penting jika ada suatu mekanisme di dalam lingkungan pendidikan baik kampus maupun pesantren.

“Sangat penting, apabila lingkungan pendidikan sudah memiliki mekanisme khsusus yang melakukan pencegahan, penanganan, dan pemulihan kasus kekerasan seksual, “papar Mbak Tunjung.

Terungkap Kasus Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Salah Satu Ponpes di Kota Semarang

Sebelumnya diberitakan Indoraya, kasus kekerasan atau pelecehan seksual di lingkungan pendidikan keagamaan kembali mencuat. Kasus terbaru, seorang pimpinan pondok pesantren di Kota Semarang diduga melakukan pelecehan seksual kepada enam santriwatinya.

Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Hikmah Al-Kahfi, Bayu Aji Anwari (46) diduga menjadi aktor pelecehan seksual. Aksi terhadap santriwatinya dilakukan di pesantren yang berlokasi di Kelurahan Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang.

Psikolog UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Semarang, Iis Amalia mengaku, pihaknya menerima laporan dari seorang santriwati yang diduga menjadi korban dari aksi bejat BAA tersebut.

Dia menuturkan, satu korban berinisial FA melapor pertama kali pada 8 Agustus 2022. UPTD PPA Kota Semarang lalu melakukan penyelidikan dan akhirnya ada enam santriwati mengaku sebagai korban.

“Dari kasus ini (pelaporan korban), kami dibantu oleh temen-temen jejaring dan para jamaah untuk mengumpulkan para korban. Sehingga total yang sudah pengaduan kepada kami ada enam korban,” kata Iis saat konferensi pers di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Rabu (6/9/2023).

Atas kasus tersebut, UPTD PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang telah berkoordinasi bersama Kanit PPA Polrestabes Semarang.

Iis mengatakan, enam korban tersebut berinisial FA, ST, TI, IR, TK dan Mawar (nama samaran). Dua di antara enam korban itu merupakan anak di bawah umur.

Dikatakannya, kasus yang paling memungkinkan untuk bisa diproses yaitu dua anak yang masih di bawah umur. Namun hanya Mawar yang melaporkan kasus ini ke Polrestabes Semarang.

“Kasus yang paling bisa di proses adalah kasus anak Mawar yang berusia 15 tahun. Anak mawar ini orang tuanya adalah jamaah dari seorang kyai ini (BAA),” ungkap Iis.

Mawar (15) adalah salah seorang santri yang berencana mondok di Jawa Timur. Namun sebelum berangkat, korban mengikuti program pembekalan di Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi Kota Semarang.

Menurut Iis, kejadian kekerasan seksual oleh pimpinan pesantren itu terjadi selama mengikuti program pembekalan. Alhasil, Mawar depresi dan kasus itu menjadi beban hidupnya.

“Akibat kekerasan yang dialami dari hasil konseling psikologi yang kami dapatkan kerjasama dengan RS Tugu, anak ini  mengalami depresi, kecemasan dan somatisasi,” ungkapnya.

Kasus yang menimpa enam santriwati tersebut mendapatkan pendampingan serius dari Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA), termasuk LRC-KJHAM Kota Semarang.

Kepala Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM, Nihayatul Mukharomah mengatakan, pada 16 Mei 2023, penyidik PPA Polrestabes Semarang membuatkan LP (Laporan Polisi) dan dilakukan pemanggilan.

“Pelaku sempat dipanggil oleh Polrestabes, pemanggilan pertama pelaku tidak datang, panggilan kedua pelaku juga tidak datang,” kata Niha yang turut hadir dalam konferensi pers di Kantor AJI Kota Semarang.

Dia mengungkapkan, saat para jamaah juga mencoba mencari keberadaan BAA, ternyata posisi pelaku tidak berada di Kota Semarang.

“Akhirnya tanggal 31 Agustus 2023 penyidik PPA mencari keberadaan pelaku dan 1 September akhirnya pelaku bisa ditemukan dan dibawa lagi ke Kota Semarang,” terang Niha.

Share This Article
Leave a comment