“Ini justru pembelajaran positif untuk AHY dan Partai Demokrat,” ujar Hensat, Senin (30/5/2022).
“Kemudian juga sekaligus jadi seleksi alam atas loyalitas kader-kader saat ini untuk Demokrat di bawah kepemimpinan AHY,” tutunya.
“Kalau dari awal gini, kan sebetulnya recovery-nya cepat ya harusnya Demokrat. Jadi menurut saya sih ada positifnya kok gesekan ini terjadi,” kata Hensat.
Namun menurutnya perpindahan partai dalam politik di Indonesia bukanlah sebuah hal baru. Terlebih kekuatan Golkar di Sulawesi Selatan dinilai besar.
“Kalau pindah-pindah partai bukan hal baru dalam politik Indonesia, apa lagi Sulawesi Selatan ke Golkar ya memang banyak orang Golkar juga di Sulawesi Selatan yang kuat-kuat, jadi hal yang dibilang luar biasa bisa jadi, tapi apakah harus dianggap fenomena yang extraordinary sih nggak,” ujar Hendsat.
Diketahui IAS resmi dikukuhkan menjadi kader Golkar dalam acara halal bihalal kader Golkar dan relawan Airlangga Hartarto. Pengukuhan IAS ditandai dengan pemakaian jasa kuning oleh Wakil Ketua Umum DPP Golkar Nurdin Halid.
“Dengan jas ini saya pasangkan, itu adalah simbol (IAS) resmi gabung Partai Golkar,” tegas Nurdin Halid.
Hal ini dilakukan setelah IAS tak terpilih dalam Musyawarah Daerah (Musda) Demokrat Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Desember 2021. Padahal IAS memenangi Musda dengan mengantongi 16 suara dari DPC.
IAS bertarung dalam Musda PD Sulsel melawan Ni’matullah. Namun Dewan Pengurus Pusat (DPP) Demokrat lebih memilih Ni’matullah kembali memimpin Demokrat.
Musda Partai Demokrat diketahui beberapa kali berujung kisruh. Penyebab kisruhnya musda itu hampir seluruhnya sama, yakni kebijakan DPP memutuskan Ketua DPD (Dewan Pengurus Daerah) tidak berdasarkan banyaknya dukungan yang didapat.
Setidaknya ada 4 musda di Demokrat yang berujung kisruh. Kader di daerah ini merasa DPP tak adil terkait pemilihan Ketua DPD. Kandidat yang memiliki suara terbanyak justru tidak terpilih jadi Ketua DPD.
Para pengurus daerah merasa aneh ketika ada tahapan lain yang harus dilalui, yakni fit and proper test. Kemudian hasilnya malah memutuskan kandidat lain yang tidak memiliki mayoritas suara.
Di tahap akhir memang Ketua DPD Demokrat hanya dipilih oleh tiga orang, yaitu Ketum PD Agus Harimurti Yudhoyono, Sekjen PD Teuku Riefky Harsya, serta Ketua Badan Pembinaan Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK) Herman Khaeron.