Ad imageAd image

Petani Pundenrejo Pati Adukan BPN Jateng Karena Abaikan Konflik Lahan PT LPI

Athok Mahfud
By Athok Mahfud 7 Views
4 Min Read
Petani Pundenrejo Pati membuat aduan ke Kantor Ombudsman Jawa Tengah karena Kanwil ATR/BPN mengabaikan konflik agraria yang melibatkan petani dengan PT LPI. (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)

INDORAYA – Perwakilan petani di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati melaporkan Kanwil Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) atas dugaan maladministrasi.

Kanwil ATR/BPN Jateng dinilai tidak memberikan solusi dan mengabaikan konflik agraria yang melibatkan petani Desa Pundenrejo dan PT Laju Perdana Indah (PT LPI). Padahal pabrik gula itu dianggap melakukan penyalahgunaan izin hak guna bangunan (HGB).

Perwakilan petani yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun) itu didampingi LBH Semarang melaporkan ATR/BPN Jateng di Kantor Ombudsnan Jateng, Kota Semarang, Senin (5/8/2024).

Pendamping hukum dari LBH Semarang, Abdul Kholik berkata, pihaknya membuat aduan ini karena BPN Jateng tidak kunjung menindaklajuti penyelesaian konflik agraria yang membuat petani Desa Pundenrejo kehilangan mata pencahariannya.

Menurutnya, pada tahun 2020 lalu, PT LPI telah merampas lahan seluas 7,3 hektare yang sebelumnya digunakan petani selama puluhan tahun untuk menanam berbagai komoditas pangan.

“Pelaporan yang kami ambil dari tahun 2022 sampai 2024 meskipun tahun 2022 ke belakang berbagai upaya sudah dilakukan warga, melalui surat menyurat, audiensi atau aksi, dan berbagai cara-cara lain,” ujar Abdul Kholik.

Di sisi lain, pabrik gula itu juga dinilai salah, karena memanfaatkan lahan tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya. Tanah itu statusnya ialah Hak Guna Bangunan (HGB), namun digunakan untuk operasional usaha dengan menanaminya tebu.

“(BPN tidak memproses laporan kami) karena pihak Kanwil menyampaikan bahwa kanwil tidak mengakui bahwa PT LPI itu mengalahgunakan HGU. Karena Kanwil menyatakan PT LPI sesuai dengan Perda RTRW,” ungkap dia.

Petani Pundenrejo Pati bersama pendamping LBH Semarang, Abdul Kholik di Kantor Ombudsman Jawa Tengah, Senin (5/8/2024). (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)

Sementara Sarmin (40), perwakilan Petani Desa Pundenrejo berharap Ombudsman Jateng bisa mendukung masyarakat yang terdampak. Pihaknya mendorong agar Ombudsman bisa menegur BPN Jateng yang tidak menjalankan tugasnya dalam hal penyelesaian sengketa lahan.

“Kami ingin tanah itu kembali ke rakyat dan bisa dikelola sama rakyat karena HGB tidak sesuai dengan peruntukannya. BPN tidak bekerja sesuai apa kewajibannya untuk menyelesaikan masalah konflik Pundenrejo,” ungkap dia.

Dia mengatakan, ada sekitar 143 petani Desa Pundenrejo, Tayu, Pati yang dirugikan atas tindakan PT LPI. Akibat perampasan lahan itu, masyarakat hidup susah karena kehilangan mata pencaharian.

“Sekitar 143 petani terdampak, gak boleh menggarap tanah. Dulunya sudah menggarap selama hampir 20 tahun, tapi pertaniannya dirusak dan dirampas, sekarang dikelola PT LPI sampai sekarang,” ujar Sarmin.

Sebagai informasi, lahan seluas 7,3 hektare dulunya dalam kuasa kolonial Belanda. Setelah penjajahan selesai, warga lalu memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Pasca tragedi G30S PKI, tanah dikuasai satuan militer dari rumpun sari Kodam Diponegoro.

Sejak saat itu, petani kehilangan akses. Lalu pada 1973, status lahan berubah menjadi HGB dengan pemegang kuasa BAPPIPUNDIP, unit usaha di bawah Kodam IV Diponogoro. HGB berlaku hingga 1994 dan diperpanjang sampai 2024.

Konon, oleh tentara, lahan ini akan dipakai untuk permukiman prajurit, sekalipun bangunan itu tidak pernah berdiri. Bahkan, pada 1999, BAPPIPUNDIP bangkrut hingga lahan terlantar. Warga lalu memanfaatkan lagi lahan i

Dua tahun kemudian, pada 2001, BAPPIPUNDIP mengalihkan lahan HGB kepada PT LPI. Lalu pada tahun 2020, perusahaan itu masuk dengan mengusir dan merusak tanaman warga. Sejak saat itu warga sudah tidak lagi memanfaatkan lahan tersebut.

Share This Article
Leave a comment