Ad imageAd image

Perajin Tahu Tempe di Kendal Mulai Mogok Produksi

Kartika Ayu
By Kartika Ayu 53 Views
3 Min Read
Salah satu tempat produksi Tempe di Weleri Kendal milik Haji Tiban.

INDORAYA – Rencana Aksi Mogok Produsen Tahu Tempe yang dijadwalkan 21 – 23 Februari 2022 mulai dilakukan. Bahkan para Perajin Tahu Tempe di Kabupaten Kendal sudah melaksanakan aksi mogok sejak Jumat (18/2/2022) hingga Kamis depan (24/2/2022).

Hal ini dilakukan para perajin yang tergabung dalam Primer Koperasi Tahu Tempe Harum Weleri Kendal, menyikapi harga kedelai yang terus naik bahkan mencapai Rp 11 ribu per kilogram. Sehingga para perajin tahu tempe mengaku merugi, karena tidak sesuai dengan biaya produksi.

Salah seorang perajin tempe di Weleri, Haji Tiban mengaku, sudah sejak Jumat kemarin (18/2/2022) para perajin tahu tempe tidak produksi. Pasalnya harga kedelai selalu naik.

“Kedelai kita kan masih mengimpor dari Amerika. Jadi, ketika harga dunia naik, otomatis di Indonesia juga ikut naik,” ujarnya, Senin (21/2/2022).

Tiban mengungkapkan, saat harga kedelai Rp 7 ribu per kilogram, dirinya mampu memproduksi tempe sebanyak 1,5 kuintal perhari. Namun karena saat ini harga kedelai tembus Rp 11 ribu lebih per kilogram, dirinya hanya mampu memproduksi satu kuintalan saja perhari.

“Dengan kondisi seperti ini, kami hanya bisa pasrah. Sudah banyak teman kami sesama perajin yang gulung tikar. Apalagi yang hanya memproduksi di bawah 100 kilogram pasti gulung tikar. Sudah ada 20 persen perajin tahu tempe di Kendal yang sudah tidak produksi atau sudah bangkrut,” ungkapnya.

Sementara data dari Primkopti Weleri Kendal, ada 500 perajin tahu tempe, namun yang tergabung dalam Primkopti hanya sekitar 400 perajin.

Ketua Primkopti Kendal, Rifai mengaku, pihaknya tidak menghendaki perajin tahu tempe mogok produksi. Namun apa boleh buat, kalau perajin merasa merugi, pasti akan berhenti produksi. Dirinya menyebut, untuk bahan baku kedelai, 90 persen masih impor. Sedangkan kedelai lokal masih sangat sulit untuk dicari.

“Idealnya dengan harga kedelai adalah Rp 8 ribu per kilogram, para perajin sudah dapat untung dan masyarakat bisa menikmati. Namun, jika harga kedelai sudah diatas Rp 11 ribu, perajin kecil jelas merugi dan akhirnya gulung tikar,” ungkapnya.

Rifai berharap, saatnya pemerintah sudah mempunyai stok nasional, seperti beras, jagung, dan kedelai. Sehingga saat stok internasional langka, maka stok nasional masih bisa menutup kebutuhan dalam negeri.

“Kami berharap, sudah saatnya pemerintah menata tataniaga harga kedelai, karena harga bisa di handle pemerintah dan swasta. Dengan pembatasan pembelian tentunya, maka harga akan tetap terkontrol,” pungkas Rifai.(IR)

Share this Article