Ad imageAd image

Penurunan Stunting di Jateng Stagnan, 1000 Hari Pertama Kehidupan Bayi Harus Lebih Diperhatikan

Athok Mahfud
2 Views
4 Min Read
Kegiatan Orientasi: Peran Jurnalis dalam Mobilisasi Masyarakat untuk Mendukung Program Pencegahan Gizi Buruk oleh UNICEF bersama LPPM Universitas Diponegoro di Rooms Inc Hotel Pemuda Semarang, Senin (16/12/2024). (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)

INDORAYA – Penurunan angka prevalensi stunting di wilayah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) cenderung stagnan. Hal ini bisa dilihat berdasarkan data tiga tahun terakhir, di mana tren penurunan stunting di Jateng hanya di angka 0,1 persen.

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), pada tahun 2021 prevalensi stunting di provinsi tersebut 20,9 persen. Angka ini menurun 0,1 persen menjadi 20,8 di tahun 2022. Lalu tahun berikutnya turun 0,1 persen lagi menjadi 20,7 persen.

Penurunan angka stunting yang stagnan dibahas dalam Orientasi: Peran Jurnalis dalam Mobilisasi Masyarakat untuk Mendukung Program Pencegahan Gizi Buruk yang digelar oleh UNICEF bekerja sama dengan LPPM Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Dalam kegiatan yang digelar di Rooms Inc Hotel Pemuda Semarang, Senin (16/12/2024), Nutrition Officer UNICEF Indonesia dr. Karina Widowati, MPH menekankan pentingnya upaya pencegahan stunting pada 1000 hari pertama kehidupan bayi atau anak.

1000 hari pertama mengacu pada periode sejak pembuahan hingga ulang tahun kedua seorang anak. Waktu ini dikenal sebagai jendela waktu yang penting untuk memengaruhi kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan kognitif anak di masa mendatang.

Upaya Pencegahan Stunting di 1000 Hari Pertama Kehidupan

Karina menyebutkan sejumlah hal yang perlu dilakukan agar anak dapat tumbuh optimal. Yakni kesehatan bayi dan pengasuh, pemberian gizi bayi dan ibu yang cukup, kesempatan bagi anak untuk berinteraksi dengan seseorang serta lingkungannya.

Upaya selanjutnya kemampuan pengasuh untuk memperhatikan, memahami, dan merespons sinyal anak secara tepat waktu dan sesuai, lingkungan yang aman dan terlindungi bagi anak dan keluarga, hingga akses terhadap makanan dan sanitasi/air bersih.

Karina juga menyingung tentang perkembangan otak anak. Menurutnya, pada tahun-tahun pertama kehidupan, neuron pada otak manusia membentuk koneksi baru dengan kecepatan 700 hingga 1000 per detik.

Zat Gizi seperti zat besi, zinc, dan asam lemak omega-3 sangat penting untuk perkembangan otak. Kekurangan bisa menyebabkan keterlambatan kognitif, kesulitan belajar, dan masalah perilaku .

“Sehingga gizi yang cukup selama 1000 hari pertama kehidupan mendukung kemampuan kognitif dan prestasi sekolah yang lebih baik. Gizi yang buruk dapat mengakibatkan penurunan IQ dan prestasi pendidikan,” ungkap dia.

Menurut dia, stunting atau tinggi badan rendah berdasarkan usia merupakan akibat dari kekurangan gizi kronis selama periode pertumbuhan kritis dalam 1000 hari pertama kehidupan.

“Pola makan penting seperti protein, zat besi, seng, dan vitamin A selama kehamilan dan masa bayi mencegah tubuh mencapai pertumbuhan yang tepat,” kata ahli gizi tersebut.

Dia mengingatkan, pemberian makanan pendamping yang tidak memadai, misalnya kuantitas makanan tidak cukup dan kualitas makanan kurang bervariasi atau miskin gizi semakin berkontribusi terhadap terhambatnya pertumbuhan.

“Anak-anak yang mengalami stunting lebih mungkin mengalami gangguan fisik dan kognitif jangka panjang, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk belajar, bekerja, dan berkontribusi terhadap masyarakat saat dewasa,” beber Karina.

Pentingnya Pemberian ASI dan Makanan Bergizi

Lebih lanjut dia menekankan pentingnya pemberian ASI dan makanan bergizi pada anak pada 1000 hari pertama kehidupan. Menurutnya, pemberian ASI ekslusif selama enam bulan dan dilanjut hingga usia dua tahun bisa mengurangi risiko stunting.

Selain itu, pemberian makanan pendamping juga penting. Para ibu atau orang tua diimbau untuk memperkenalkan makanan padat yang sesuai dengan usia sambil tetap memberikan ASI.

Pengenalan dan pemberian makanan padat atau semi padat yang tepat waktu, cukup, dan aman serta sesuai usia dapat dilakukan sebagai tambahan ASI pada usia enam bulan.

“Makanan pendamping harus ditingkatkan frekuensinya, keragamannya, dan kandungan gizinya (pola makan yang dapat diterima) seiring dengan pertumbuhan anak,” ungkap Karina.

Share This Article