INDORAYA – Kelompok pengusaha menginginkan agar penetapan upah minimum provinsi (UMP) Jawa Tengah (Jateng) tahun 2025 tetap memakai Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 atau PP 51/2023 meskipun formula ini ditolak sebagian serikat buruh.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi mengapresiasi Pemprov dan Dewan Pengupahan yang memutuskan menggunakan PP 51/2023. Dia berharap para buruh bisa mematuhi aturan yang berlaku agar tidk ada gejolak di kemudian hari.
“Tentu pengusaha sangat mendukung. Saya juga berharap agar kesan investor ke kita ini patuh hukum, tak seenaknya melanggar. Maka gubernur, wali kota, bupati dan serikat buruh sangat harap bisa patuhi aturan ini,” ucapnya saat dihubungi wartawan, belum lama ini.
Saat disinggung berapa nominal kenaikan UMP Jateng dan UMK di 35 kabupaten/kota paling ideal menurut pengusaha, dia enggan menjawabnya. Frans juga tidak merespon saat ditanya terkait permintaan buruh yang menginginkan kenaikan upah 8 hingga 10 persen.
Dia hanya bilang, para pengusaha lebih memahami persoalah upah dan dunia usaha. Kata Frans, apabila karyawan bekerja dengan produktif sehingga perusahaan bisa bersaing di tengah ketatnya persaingan dunia industri saat ini.
“Pokoknya soal upah, dunia usaha, pengusaha lebih tahu. Mereka (pengusaha) tak mau kok karyawanya keteteran, karena mereka mitra kerja. Tetapi perusahaan juga ingin mitra kerjanya kerja produktif, efisien, hemat biaya, karena persaingan ketat antar perusahaan dalam negeri dan luar negeri,” ungkap dia.
Dia juga menjelaskan, UMP maupun UMK sebenarnya hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun. Oleh karenanya, ia meminta hitung-hitungan kenaikan seharusnya bisa dipikirkan secara lebih realistis untuk kepentingan bersama.
“Kita harus jaga kondisi kondusif, jangan ribut-ribut, tuntut upah jangan tinggi-tinggi, nanti ambruk semua. Lagian yang bekerja lebih dari satu atau dua tahun kan bisa bicarakan dalam perusahaan, bisa dibicarakan baik-baik melihat kondisi perusahaan masing-masing kan,” katanya.
Oleh sebab itu, Frans menyakini perusahaan pasti akan memberi upah lebih dari cukup bagi karyawan dengan masa kerja di atas satu tahun selama kinerjanya produktif. Namun, bila seluruh karyawan meminta upah sama-sama tinggi, bakal banyak perusahaan yang gulung tikar.
“Mitra buruh tingkatkan kompetensi, produktif, itu tentu untuk upah (naik). Tetapi kalau produktifitas biasa, sedikit-sedikit menuntut, susah, kita bisa tutup lama-lama,” tandas Frans Kongi.
Sebelumnya Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah Aulia Hakim meminta UMP tahun 2025 naik sebesar 10 persen. Kelompok pekerja menolak penggunaan PP Nomor 51/2023 sebagai dasar dalam penetapan upah minimum.
Menurutnya, menggunakan formula itu, kenaikan UMP maupun UMK di Jateng berada di bawah angka 10 persen. Pasalnya aturan itu hanya mengakomodir rumus pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai alfa dari minimum 0,1 dan maksimal 0,3.
Dia menilai, kenaikan UMP dan UMK di 35 kabupaten/kota paling ideal di angka 8 hingga 10 persen. Oleh karena itu, pihaknya berharap Pemprov Jateng bisa menciptakan terobosan baru untuk menentukan kenaikan besaran upah buruh pada tahun 2025.
“Kami tetap berharap, Pak Pj (Penjabat Gubernur Jateng) tidak menggunakan aturan PP itu kalau ingin kesejahteraan buruh meningkat, apalagi saat ini daya beli turun 30 persen,” kata Aulia Hakim saat dihubungi wartawan belum lama ini.