INDORAYA – Pengamat politik asal Universitas Diponegoro Semarang, Nur Hidayat Sardini, menyoroti sikap Gibran Rakabuming Raka yang menerima tawaran sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto di saat masih berstatus sebagai kader PDI Perjuangan.
Menurut NHS, sapaan akrabnya, sikap yang ditunjukkan putra sulung Presiden Jokowi itu tidaklah etis. Terlebih Gibran saat ini juga menjabat sebagai Wali Kota Surakarta setelah diusung PDI Perjuangan.
“Kalau yang dia lakukan pergi begitu saja tanpa menyatakan status dirinya di depan Bu Mega atau PDIP ya tidak etis, sama sekali tidak etis,” katanya saat ditemui di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro, Senin (23/10/2023).
Dia mengatakan, Gibran seharusnya memahami dari mana ia berasal. Jika ingin berkontestasi di Pilpres 2024 dari partai lain, semestinya izin dulu kepada Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri.
“Orang harus tetap menghargai dari mana ia berasal, dalam hal ini Bu Mega harus disowani, apapun itu. Pepatah mengatakan, datang dengan muka, pulang dengan punggung,” ungkap NHS.
Dirinya juga menyinggung tiket emas yang diberikan Megawati kepada Gibran untuk maju sebagai Wali Kota Surakarta pada Pilkada 2020 lalu. Padahal sebelumnya Achmad Purnomo sempat mau dicalonkan dalam Pilkada tersebut.
Ketua Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Undip itu menilai, hampir semua orang mengetahui bahwa Gibran lahir dari rahim PDIP. Sehingga Gibran perlu tegas kepada publik saat berpamitan dengan PDIP.
“Saya rasa dia tidak mungkin akan menjadi Walikota jika tidak ada usungan dari partai, terutama PDIP. Terlebih, pada waktu itu Solo kan sedang menggelar semacam konvensi, yang mana hasil konvensi itu memilih Gibran-Teguh, bukan Achmad,” beber NHS.
Dia melanjutkan, keputusan konvensi pada saat itu dirasa juga melanggar aturan partai. Pasalnya syarat maju sebagai kepala daerah melalui PDI Perjuangan adalah pernah menjadi pengurus minimal dua tahun.
“Karena peraturan partai itu kan menyatakan sudah pernah jadi pengurus minimal dua tahun, tetapi oleh kebijakan Bu Mega, saya meyakini penghargaan Bu Mega kepada putera seorang presiden, maka kemudian ini (Gibran) disahkan,” ungkapnya.
Soal dinamika politik saat ini, kata NHS, Gibran seharusnya bersikap gentle man. Dalam hal ini, menyatakan dengan tegas keluar dari PDI Perjuangan dan tidak membiarkan publik menduga-duga.
“Semua orang tahu bahwa dia hingga seperti ini kan karena PDIP, maka harus secara tegas mendatangi PDIP untuk menentukan status juga. Janganlah kemudian dwi partai, lalu bisa ke sana bisa kesini, tidak pas lah, harus satu partai,” tandas NHS.