INDORAYA – Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham menggelontorkan dana sebesar Rp56 miliar untuk bantuan hukum ke warga miskin yang beperkara di pengadilan.
“Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apa pun. Realitasnya, ketika berhadapan dengan hukum, masyarakat tidak bisa bertindak sendirian dan membutuhkan bantuan. Tidak semua masyarakat memiliki kemampuan pembiayaan bantuan hukum, khususnya bagi masyarakat miskin atau tidak mampu,” demikian keterangan pers BPHN, Minggu (12/03/2023).
Dana bantuan dikucurkan karena tidak jarang warga kurang mampu menjadi korban atas keputusan hukum yang merugikan. Hingga akhirnya muncul istilah ‘hukum tumpul ke atas, namun tajam ke bawah’.
“Sebagai bentuk keadilan hukum dan keberpihakan terhadap masyarakat miskin, pemerintah memberikan program bantuan hukum gratis,” ucap Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana.
Menurut Widodo, bantuan hukum juga sebagai bentuk perlindungan HAM, pemenuhan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan wujud kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).
“Total dana yang digelontorkan Pemerintah untuk program ini di tahun 2023 sekitar Rp56,3 miliar. Selama tahun 2022, BPHN telah menyalurkan bantuan hukum ke seluruh Indonesia dengan rincian bantuan hukum litigasi sebanyak 9.389 penerima, sedangkan bantuan hukum nonlitigasi sebanyak 3.523. Total bantuan hukum yang telah diberikan sebanyak 12.912. Bantuan disalurkan oleh 619 PBH yang tersebar di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Masyarakat miskin dapat mengakses laman sidbankum.bphn.go.id atau mengakses Peta Sebaran Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang ada di situs BPHN (bphn.go.id). Masyarakat juga dapat berkonsultasi terlebih dahulu ke Law Center di BPHN di Cililitan, Jakarta Timur atau berkunjung ke Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM untuk yang berada di luar Jakarta.
“Dokumen persyaratannya antara lain kartu identitas diri, surat keterangan domisili, surat keterangan tidak mampu dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat dan melampirkan surat kuasa pendampingan oleh advokat. Apabila terdapat kendala atau kesulitan memenuhi dokumen tersebut, masyarakat dapat meminta bantuan dari pejabat fungsional Penyuluh Hukum yang sedang bertugas,” paparnya.
Selain itu, LBH atau OBH yang telah lolos verifikasi dan akreditasi oleh BPHN berkewajiban memberikan bantuan hukum, meliputi bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi. Bantuan hukum litigasi misalnya penyelesaian kasus melalui pengadilan, baik pidana maupun perdata. Sedangkan nonlitigasi meliputi penyuluhan hukum, penelitian hukum, pemberdayaan masyarakat, konsultasi hukum, mediasi, negosiasi, pendampingan di luar pengadilan dan sebagainya.
“Proses hukum Indonesia mungkin belum sempurna. Namun keadilan di mata hukum harus tetap ditegakkan, tidak terkecuali bagi masyarakat miskin atau kurang mampu. Di sini peran pemerintah untuk menjamin kesamaan setiap orang di mata hukum,” ujarnya.