Pemerintah dan Pengusaha Satu Suara Soal Upah Jateng 2024, Buruh Beda Sikap

Athok Mahfud
14 Views
4 Min Read
Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz, usai Rapat Pleno membahas Penetapan UMP Jateng di Kantor Disnakertrans, Kamis (16/11/2023). (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)

INDORAYA – Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menggelar Rapat Pleno Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024 di Kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans), Kamis (16/11/2023).

Rapat ini dihadiri oleh perwakilan Dewan Pengupahan, baik dari unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh. Rapat pleno ini untuk menjaring aspirasi dari semua pihak dan menjadi dasar penetapan UMP Jateng tahun 2024.

Kepala Disnakertrans Jateng, Ahmad Aziz mengatakan, dari total 23 anggota Dewan Pengupahan Provinsi Jateng, yang hadir dalam rapat 17 orang. Hasil rapat nantinya dijadikan bahan rekomendasi kepada Pj Gubernur dalam menetapkan UMP pada 21 November besok.

“Rapat hari ini membahas perhitungan upah minimum provinsi untuk tahun 2024. Hari ini pembahasan tunggal untuk merekomendasikan upah minimum tahun 2024. Dari 23 anggota dewan pengupahan provinsi, hadir 17 anggota dewan,” katanya kepada Indoraya.news usai Rapat Pleno.

Aziz berkata, dalam penetapan UMP Jateng tahun 2024, pihaknya mengusulkan menggunakan formula PP No 51/2023 yang disahkan Menteri Ketenagakerjaan. Dewan Pengupahan dari Apindo Jateng juga sepakat menggunakan formula ini.

“Kalau unsur pengusaha itu sesuai dengan PP 51 Tahun 2023. Terus penghitungannya sebagaimana surat dari Menaker terkait dengan data inflasi, pertumbuhan ekonomi, konsumsi rata-rata yang dijadikan dasar menghitung upah minimun. Formulanya sudah ada di dalam PP 51,” kata Aziz.

Dia melanjutkan, dalam rapat tersebut, serikat buruh memiliki pandangan berbeda. Buruh menolak penetapan UMP Jateng menggunakan formula sesuai dengan PP Nomor 51 tahun 2023.

Terkait perbedaan sikap ini, pihaknya juga menghormati aspirasi buruh. Usulan buruh soal kenaikan upah di atas 15 persen juga menjadi bahan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pj Gubernur Jateng.

“Buruh menolak memakai PP 51 tahun 2023. Sikap itu kita tuangkan dalam pembahasan itu, dalam berita acaranya. Apa yang menjadi pendapatn teman-teman serikat buruh kita masukkan ke berita acara, termasuk mereka menyampaikan untuk 15 persen kenaikan,” beber Aziz.

Anggota Dewan Pengupahan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng, Pratomo Hadinata. (Foto: Athok Mahfud/Indoraya)

Sementara itu, Dewan Pengupahan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Pratomo Hadinata mengatakan, dalam Rapat Pleno hari ini, pihaknya memberikan dua masukan. Pertama, menolak penggunaan PP 51 tahun 2023.

“Ada dua masukan ke Pj Gubernur. Buruh menolak adanya PP 51 tahun 2023. Kedua mengusulkan kenaikan UMP berdasarkan kebutuhan hidup layak, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Kita menuntut pada Pleno tadi mengusulkan angkanya minimal kenaikan UMP 15 persen,” ujarnya.

Pihaknya tidak sepakat jika menggunakan formula PP 51 tahun 2023. Pasalnya jika dihitung, kemungkinan kenaikan UMP Jateng tahun 2023 berada di kisaran angka 4,02 persen.

“Kalau pakai itu (PP 51/2023), angka kenaikannya (kalau dihitung) 4,02 persen. Unsur serikat buruh yang hadir bulat semua menolak adanya PP 51. Perhitungannya bulat juga menggunakan KHL (kebutuhan layak hidup), inflasi, dan pertumbuhan ekonomi,” beber Pratomo.

“Tadi usulan ditampung dalam berita acara yang disampaikan ke PJ Gubernur. Hasil usulan di berita acara ada dua angka, 15 persen dari serikat buruh dan 4,02 persen dari Apindo dan pemerintah,” imbuhnya.

Share This Article