Namun seiring dengan berjalannya waktu, kasus covid-19 perlahan-lahan mulai menurun. Tren positif ini membuat pembatasan kegiatan masyarakat juga mengalami kelonggaran. Hal itu langsung disambut hangat oleh para pelaku usaha di bidang ekonomi kreatif di Kota Lumpia tersebut.
Tania Hermawan ialah salah satu orang yang berhasil memanfaatkan peluang ini. Bersama Lili Susanto, Tania membuat gebrakan pada 26 April lalu dengan membuka pusat oleh-oleh bernama Pasar Sentiling yang berlokasi di kawasan Kota Lama Semarang.
Saat ditemui di tempat usahanya, yaitu di Lantai 2 Gedung Koperasi Batik Indonesia (GKBI) di kompleks wisata Kota Lama, Tania mengungkapkan visinya yang ingin membangkitkan perekonomian di Semarang lewat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yang menjadi bagian dari sektor ekonomi kreatif.
“Kami membuka pusat toko oleh-oleh di kota Semarang, namanya Pasar Sentiling. Karena pandemi sudah berjalan dua tahun, kami ingin menjadi bagian yang membangkitkan wisata di Semarang, khususnya di Kota Lama,” katanya memulai perbincangan, Sabtu (28/05/22).
Di sela-sela kesibukannya mengurus bisnis itu, Tania menuturkan dulunya Pasar Sentiling ialah hanyalah usaha yang hadir untuk meramaikan Festival Kota Lama Semarang. Sejak tahun 2014, Pasar Sentiling mulai familiar memeriahkan event yang diselenggarakan setiap setahun sekali tersebut.
Namun pasar yang dibuka secara permanen pada 2022 ini ternyata memiliki nilai sejarah yang tidak bisa diabaikan. Pada masa kolonial, tepatnya pada tahun 1914, di Kota Semarang diadakan Koloniale Tentoonstelling. Pameran World Expo untuk memperingati 100 tahun kemerdekaan Kerajaan Belanda dari kekuasaan Perancis.
Tentoonstelling pada waktu itu hadir di tanah seluas 26 sampai 32 hektar selama tiga bulan, yaitu 20 Agustus hingga 22 November 1914. Event pasar malam dan pameran kesenian tersebut diikuti beberapa negara, seperti Jepang, China, Australia, sejumlah negara Eropa dan Asia, serta negara jajahan Belanda.
Kisah sejarah tentang Tentoonstelling itulah yang menjadi cikal bakal dari penamaan Pasar Sentiling yang kini digunakan Tania. “Tapi karena kami lidahnya kan Jawa, jadinya kesusahan, dan nyebutnya Sentiling. Itu yang kita pakai buat inspirasi kita,” jelas wanita kelahiran tahun 1989 itu.
Selain itu, Tentoonstelling juga menjadi saksi sejarah yang menandakan bahwa kota Semarang pernah menjadi pusat kegiatan perekonomian yang dihadiri negara-negara di dunia. “Dulu temanya kan world to Semarang, tapi sekarang pengennya from Semarang to the world,” katanya dengan senyum percaya diri.
Kehadiran Pasar Sentiling menjadi salah kebangkitan perekonomian masyarakat pasca dua tahun pandemi. Dengan menghadirkan brand lokal di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, tentunya pasar ini diharapkan bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Beroperasi setiap hari mulai pukul 11.00 – 21.00 WIB, pasar Sentiling menghadirkan enam macam jenis produk UMKM, di antaranya yaitu makanan, minuman, household (peralatan rumah tangga), bodycare, tanaman, dan fesyen.
“Selain ada makanan dan minuman khas Semarang seperti bandeng presto dan wingko babat, ada juga kerajinan seperti batik, tas, sarung tangan, kacamata kayu,” katanya.
Produk-produk yang dijual di pasar tersebut ialah milik orang lain yang sudah berdasarkan hasil kurasinya. Awalnya banyak orang yang mendaftarkan barangnya, namun ia harus memilih produk mana yang memiliki keunikan dan kualitas.
“Jadi barang-barangnya juga dilihat kualitasnya yang bagus mana. Ga semuanya kita masukan, bahkan sering kita memberikan saran ke teman-teman supaya lebih menarik dan bisa dijual di sini,” ungkap dara asal Semarang itu.
Riski Fitriana Rahmawati, salah satu pegawai yang menjaga Pasar Sentiling mengatakan bahwa hal unik yang membuat pusat oleh-oleh ini berbeda dari lainnya yaitu produk yang ditawarkan.
Sementata beberapa produk UMKM yang paling banyak dicari pengunjung yaitu oleh-oleh khas Semarang serta produk kerajinan tangan.
“Paling laris dan banyak dicari ya wingko babat, lumpia, bandeng presto, minuman tradisional seperti limun. Ada batik, kacamata dari kayu karena memang produk seni jadi banyak yang minat,” kata Riski.
Karena letaknya di area wisata Kota Lama, hal itu menjadi salah satu keunggulan tersendiri. Tidak mau menyia-nyiakan peluang tersebut, Tania lalu membuat inovasi baru agar dapat menggaet banyak wisatawan.
Pemilik Pasar Sentiling itu menggandeng komunitas Bersukaria Tour untuk membuat event “Bersepedia Ria”. Selain dapat bersepeda keliling wisata bersejarah di kota Semarang, sekaligus juga menjadi wahana belajar sejarah.
Founder Komunitas Bersukaria Tour, Dimas Suryo mengatakan, kegiatan bersepeda ini akan diadakan tiap pekan di hari Minggu sore. Disediakan sembilan sepeda untuk para wisatawan yang akan didampingi satu tour guide.
Adapun rute yang dilalui yaitu dari Pasar Sentiling menuju Masjid Layur Sleko, Polder Tawang, Gedung Marabunta, Kota Lama, Masjid Pekojan, Klenteng Tay Kak Sie, Aloon-aloon kauman, dan kembali lagi ke Pasar Sentiling.
“Ini juga untuk mengcover etnis yang dulu membangun kota Semarang, kan Semarang terkenal dengan keberagaman dan multikulturnya. Jadi kita punya kepentingan historis juga,” ujar Dimas yang pada hari itu juga bersama Tania.
Selain untuk alternatif berbelanja oleh-oleh dan berwisata menaiki sepeda, kehadiran Pasar Sentiling juga dapat mendukung kota Semarang sebagai kota yang ramah lingkungan.
Terakhir, Tania berharap agar pasar ini menjadi pusat oleh-oleh yang menampilkan beragam produk kreatif masyarakat yang dapat menimbulkan kebanggaan terhadap produk lokal.
“Diharapkan menjadi one stop destination di Kota Lama Semarang, jadi kalau orang mau beli oleh-oleh ya di Pasar Sentiling ini sebagai pusatnya,” pungkas Tania.