Paguyuban Maggot Semarang Gandeng Sekolah Adiwiyata Kelola Sampah Organik Lewat Budidaya Maggot

Athok Mahfud
25 Views
6 Min Read
Pelatihan pengelolaan sampah organik melalui budidaya maggot di SMPN 31 Semarang pada Rabu (22/1/2025)

INDORAYA – Paguyuban Maggot Semarang menggandeng puluhan sekolah adiwiyata di Kota Semarang untuk mengelola sampah organik di lingkungan sekolah lewat budidaya maggot dengan cara yang sederhana.

Kolaborasi ini diawali dengan FGD bertajuk “Pengelolaan Sampah Organik melalui Budidaya Maggot dan praktek Pilah Sampah dalam rangka mendukung Gerakan Peduli Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (GPBLHS)”.

Kegiatan di SMPN 31 Semarang pada Rabu (22/1/2025) tersebut diikuti oleh perwakilan sejumlah SD dan SMP adiwiyata. Pada kegiatan ini, peserta diajarkan budidaya maggot sebagai solusi mengatasi persoalan sampah organik di lingkungan sekolah.

Ketua Paguyuban Maggot Semarang Nugroho Arifiyanto mengatakan, kegiatan ini akan menjadi gerakan awal terkait budidaya maggot sebagai upaya pengelolaan sampah organik.

Menurutnya, maggot yang merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) ialah pengurai sampah tercepat. Sehingga hal ini dapat diaplikasikan di lingkungan sekolah untuk mengolah sampah sisa makanan dan sayuran.

Dia mengatakan, proses budidaya maggot bisa dilakukan dengan cara sederhana. Yakni dengan menyediakan galon bekas sebagai media budidaya, limbah sisa makanan atau sayuran, serta telur lalat sebagai bibit maggot.

Kata Nugroho, sisa makanan dan sayuran dari kantin sekolah dapat dimanfaatkan untuk pakan maggot. Melalui upaya ini maka sekolah turut mengurangi produksi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).

“Berawal dari sekolahan kami berharap embrio ini kita bisa berkolaborasi membudayakan kebiasaan baru,” ujar pria yang sudah tiga tahun lebih melakukan ternak maggot tersebut.

Tidak hanya dapat mengurangi sampah, kotoran maggot juga bisa dimanfaatkan kembali. Nantinya limbah maggot bisa dijadikan pupuk untuk memenuhi nutrisi berbagai tanaman.

“Dari sampah yang tidak berguna menjadi sumber protein baru atau sumber ketahanan pangan baru. Dari kotoran maggot kita olah menjadi pupuk dicampur dengan banyak mineral dan lain-lain itu bisa jadi pupuk hayati,” kata Ketua KLIK Digital Group tersebut.

FGD “Pengelolaan Sampah Organik melalui Budidaya Maggot dan praktek Pilah Sampah dalam rangka mendukung Gerakan Peduli Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (GPBLHS)”.

Kegiatan ini difasilitasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang dengan melibatkan puluhan sekolah adiwiyata. Nugroho berharap ini menjadi awal yang baik agar ke depannya sekolah dapat membudidayakan maggot untuk mengelola sampah organik.

Adapun sekolah adiwiyata tersebut meliputi SMAN 14 Semarang, SMKN 2 Semarang, SMA Karangturi, SMPN 1, SMPN 2 , SMPN 3, dan SMPN 6, SMPN 7, dan SMPN 19, SMPN 25, SMPN 30, SMPN 31, dan SMPN 32 Semarang.

Lalu SDN Rejosari 01, SDN Rejosari 02, SDN Rejosari 03, SDN Mlatiharjo 01, SDN Mlatiharjo 02, SDN Gisikdrono 01, SDN Bulu Lor, SDN Karangayu 01, SD N Bojongsalaman 01, SD Hj. Isriati Baiturrahman, SDN Pekunden, SD Marsudirini, SDN Pendrikan Lor 01, dan SDN Pendrikan Lor 03.

Sementara Kepala SMPN 31 Semarang Agung Nugroho mengatakan, budidaya maggot bisa menjadi inovasi upaya pengelolaan dan pengendalian sampah organik yang bisa diterapkan di lingkungan sekolahnya.

Pihaknya pun tertarik untuk memuai budidaya maggot dalam waktu dekat. Apalagi prosesnya juga cukup mudah. Nantinya sampah organik seperti sisa makanan siswa di kantin bisa dipilah dan diolah sebagai pakan maggot.

“Kami ada empat kantin, dari kantin tentu ada sisa makanan anak-anak. Dari sisa makanan yang biasanya itu dibuang melalui TPS, maka kami akan kami ubah. Kami upayakan bisa dikelola, kita kumpulkan untuk menghabiskan budidaya maggot,” ujar Agung.

Dukung Program Makan Bergizi Gratis

Ketua Paguyuban Maggot Semarang Nugroho Arifiyanto

Ketua Paguyuban Maggot Semarang Nugroho Arifiyanto mengatakan, secara visi budidaya maggot ini dapat mendukung program nasional makan bergizi gratis (MBG) untuk siswa sekolah dari aspek lingkungan.

Pasalnya dia melihat program Presiden Prabowo Subianto yang sudah dilaksanakan di awal tahun 2025 membuat sisa makanan yang tidak habis dikonsumsi akhirnya menjadi sampah.

“Karena pengalaman uji coba program makan bergizi gratis beberapa waktu lalu anak-anak itu masih banyak sisa makanannya, nah ini diharapkan program ini mengantisipasi untuk jadi solusi baru lagi,” kata dia.

Menurutnya, dengan budidaya maggot sisa makanan program makan bergizi gratis tidak menjadi sampah yang terbuang. Namun bisa diolah, sehingga tidak ada sampah yang dihasilkan dari program tersebut.

Dalam realisasinya nantinya akan ada dua skema. Yaitu sekolah membudidayakan maggot sendiri atau sampah organik sisa makanan program makan bergizi gratis akan dibawa ke bank sampah induk untuk diolah.

“Kalau memang sekolahnya bisa mengolah sampah sendiri dengan hanya botol bekas mineral digunakan sesimpel dan segampang mungkin. Tapi kalau memang daerahnya sempit nanti kita ambil dan kita bawa kee bank sampah induk,” ungkap Nugroho.

Lebih lanjut 27 sekolah adiwiyata yang mengikuti kegiatan FGD ini didorong memulai budidaya maggot. Harapannya ini akan menjadi gerakan besar di mana seluruh sekolah adiwiyata yang jumlahnya ratusan bisa membudidayakan maggot untuk mengolah sampah.

Share This Article