Nyekar Jelang Ramadan: Mengenang Ulama Besar Nusantara KH Sholeh Darat

Dickri Tifani
628 Views
3 Min Read
Nyekar ke Makam Mbah Sholeh Darat menjelang Ramadan. (Foto: Dickri Tifani Badi/Indoraya)

INDORAYA – Menjelang bulan Ramadan, masyarakat Kota Semarang melaksanakan tradisi Nyekar salah satunya ke makam tokoh dan ulama, KH Sholeh Darat, atau Muhammad Sholeh Bin Umar Al-Samarani di Kompleks TPU Bergota Krakal, Jalan Bendungan, Randusari, Kecamatan Semarang Selatan.

Di lokasi tersebut, TPU Bergota terlihat dipenuhi peziarah, baik yang berkunjung ke makam keluarga mereka maupun yang mengunjungi makam KH Sholeh Darat, yang juga dikenal sebagai Mbah Sholeh Darat.

Juru kunci makan, Sumiyati menjelaskan Mbah Sholeh Darat adalah ulama besar yang telah menjadi guru bagi banyak tokoh Islam penting di Nusantara. Di antara murid-muridnya yang paling berpengaruh adalah KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dan KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Selain itu, Raden Ajeng Kartini,juga merupakan salah satu muridnya. Kartini dikenal tidak hanya karena gagasan revolusionernya tentang kesetaraan gender, tetapi juga semangatnya untuk menuntut ilmu. Pencariannya membawanya kepada Mbah Sholeh Darat, yang menjadi guru pertama Kartini dalam belajar membaca dan memahami Al-Qur’an.

“Beliau itu gurunya para ulama di Nusantara, di antaranya KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, dan Raden Ajeng Kartini. Tapi sebenarnya masih banyak murid lainnya, itu hanya beberapa yang terkenal,” ungkap Sumiyati saat ditemui Indoraya di TPU Bergota, Jumat (28/2/2025).

Sumiyati juga mengungkapkan sejak kecil Mbah Sholeh Darat sudah terlibat dalam perjuangan melawan penjajah bersama ayahnya, Kyai Umar Asmarani, yang merupakan orang kepercayaan Pangeran Diponegoro. Mbah Sholeh Darat tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan semangat perlawanan, sehingga selain dikenal sebagai pemuda cerdas, beliau juga dikenal berani.

“Ayahnya Mbah Sholeh Darat adalah Kyai Umar Asmarani, orang kepercayaan Pangeran Diponegoro pada masa perlawanan melawan penjajah. Sejak kecil, Mbah Sholeh Darat sudah ikut bergerak bersama ayahnya,” ujarnya.

Salah satu langkah revolusioner yang dilakukan Mbah Sholeh Darat adalah menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa menggunakan aksara Pegon. Di tengah larangan ketat dari pemerintah kolonial Belanda, langkah ini menjadi bentuk perlawanan yang cerdas namun berdampak besar.

“Jasa beliau yang paling besar adalah menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Saat itu, di masa penjajahan Belanda, sekolah dan pengajian dilarang. Namun, Mbah Sholeh Darat menemukan cara cerdas untuk menyebarkan Islam tanpa terdeteksi, yaitu dengan menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Jawa menggunakan tulisan Arab Pegon. Belanda mengira itu bahasa Arab, padahal sebenarnya bahasa Jawa,” jelasnya.

KH Sholeh Darat juga meninggalkan warisan keilmuan yang luar biasa melalui berbagai karya tulisnya, seperti Lathaif at-Thaharah wa Asrar, yang membahas kesucian, serta Kitab Pujian dan Faidur Rahman, yang menjadi pegangan penting bagi banyak santri dalam memahami ajaran Islam.

Namun, karya terbesar beliau adalah Kitab Al-Hikam, sebuah kitab kuning yang sarat dengan hikmah dan menjadi referensi utama dalam tasawuf serta perjalanan spiritual.

“Mbah Sholeh Darat menulis banyak kitab, di antaranya Lathaif at-Thaharah wa Asrar, Kitab Pujian, Faidur Rahman, dan kitab kuning Al-Hikam, yang dianggap sebagai kitab tertinggi yang pernah beliau tulis,” tutupnya.

Share This Article